Kita
The Rollies sih ga tua. Kita cuma
hidup lebih lamaan saja, dan semangat
kami itu tetap muda. Begitu ucap Benny Likumahuwa, satu ketika beberapa tahun
lalu. Menyoal grupnya, yang ikut membesarkan namanya sebenarnya. Tetapi yang
kemudian, ia juga terasa sebenarnya ikut membesarkan nama The Rollies juga adanya.
Sebuah
perjalanan sedemikian panjang, bagi sebah grup musik. Bayangkanlah, sudah mulai
berjalan sejak 1967! Hingga hitungannya, kalau hari ini kan mereka segera
memasuki usia 50 tahun!
Hanya
terpaut 5 tahun saja, dengan The Rolling Stones, yang tetap dan senantiasa rock n roll on-stage. Masih steady, sebagai sebuah grup rock
legendaris. Dan The Rollies, begitupun halnya, tetap on-stage. Steady, walau
mereka lebih miris dan ironis. Kehilangan 2 orang frontliners andalan. Yang sudah pergi dan tak akan kembali lagi.
Agak
sulit membayangkan, sebuah grup band, tetap eksis, padahal sudah kehilangan 2
orang personil pentingnya. Gimana tak penting, 2 members mereka itu bisa dibilang juga identitas khas grup ini.
Sulit dicari tandingannya.
Karena
begitulah memang, The Rollies memang sangat lekat dengan timbre khas Bangun Soegito
dan Delly Djoko Alipin. Pada jaman
kejayaannya, publik lebih kenal dengan nama Gito Rollies dan Delly Rollies.
Gito,
meninggal dunia pada 28 Debruari 2008, karena penyakit kanker getah bening.
Lalu Delly Djoko Alipin, kibordis dan vokalis, meninggal karena serangan
jantung, pada 30 Oktober, 6 tahun sebelumnya di usia 53 tahun. Selain itu juga
gitaris mereka, kerap pula menjadi vokalis, Bonny Nurdaya, meninggal dunia di usia 55 tahun, pada 13 Juli 2003.
The
Rollies sendiri menurut catatan, didirikan tahun 1967. Pendirinya adalah Deddy
Sutansyah, yang lantas lebih dikenal sebagai Deddy Stanzah. Deddy mengajak Iwan
Krisnawan, drummer serta Teuku
Zulian Iskandar Madian, gitaris. Mereka berasal dari grup musik yang telah
lumayan dikenal saat itu, Delimas.
Selain
itu, Deddy juga mengajak Delly Djoko Alipin, kibordis, yang berasal dari
kelompok berbeda, Genta Istana. Dan
orang tua Deddy, pemilik hotel Niagara, yang lantas menyokong penuh grup ini. Antara
lain menyediakan sarana peralatan band lengkap.
Nama
The Rollies adalah ide dari Deddy Stanzah. Ada beberapa versi, soal arti dari
The Rollies. Ada yang menulisnya, karena Deddy dan Iskandar berambut ikal
(roll), sementara Delly dan Iwan berambut lurus. Lainnya, ada yang mengira
kemungkinan karena saat awalnya dulu itu mereka seringkali membawakan lagu-lagu
The Rolling Stines dan Hollies.
Seperti
sikon yang ada saat itu, terutama di kota-kota besar, grup-grup band memang
membawakan lagu-lagu hits dari barat. The Rollies juga begitu. Mereka
membawakan lagu-lagu dari The Beatles, The Bee Gees, The Rolling Stones,
Hollies, Marbles, Beach Boys.
Pada
jelang memasuki 1968, masuklah kemudian vokalis, Bangun Soegito Toekiman. Gito, yang kebetulan berambut sejenis
Deddy, sebelumnya seringkali membawakan lagu-lagunya Tom Jones, Engelbert
Humperdinck, dan sejenisnya.
Namun
ketika ditarik masuk The Rollies, Delly menyarankan Gito mencoba membawakan
lagu-lagu soul seperti James Brown. Ternyata cocok. Dan mulai saat itu, musik
mereka memang mulai melebar, dan jadi menyelipkan pula lagu-lagu James Brown
yang soul dan funk itu.
Lantas
menjelang masuk era 1970-an, masuklah kemudian Benny Likumahuwa. Ia multi instrumentalis, pandai memainkan flute,
trombone, bass, drums. Juga mahir dalam membaca not balok dan menulis aransemen
musik. Masuknya Benny, memberi perubahan lebih lagi pada The Rollies.
Benny
yang mengarahkan supaya The Rollies mengedepankan pula instrumen tiup. Lalu
Gito pun selain menyanyi, juga meniup trumpet. Sementara Iskandar selain
bermain gitar juga bermain saksofon. Mereka mulai dikenal sebagai kelompok brass rock band.
Orientasi
musik merekapun pelan tapi pasti mulai bergeser. Mulai kerapkali membawakan
lagu-lagu dari brass rock band luar seperti Chicago, Blood, Sweat and Tears
sampai Tower of Power. Dan mereka memang relatif kuat dengan bentuk tersebut.
Bisa dibilang, tak ada yang menyamai saat itu.
Pada
perjalanan berikutnya, akhirnya Gito memilih hanya menjadi vokalis saja. Diajak
masuklah, trumpetist, Didit Maruto.
Kemudian masuk pula gitaris, Raden Bonny
Nurdaya. The Rollies, pada masa itu mulai sering menjadi band pengiring
beberapa penyanyi solo yang populer waktu itu.
Menyoal
sebagai band pengiring, sejatinya The Rollies, bahkan di 1968,pernah menjadi
pengiring penyanyi jelita, Aida Mustafa. Tatkala Aida membuat album rekaman
yang dirilis oleh Philips Singapura. Di sekitar tahun itu pula, The Rollies
memperoleh kesempatan main di Capitol Theatre secara reguler.
Mereka
kembali berkiprah di tanah air, mulai seputaran 1971-an. Dan memang mereka
lantas berhadapan dengan grup-grup pop yang tengah merajai pasar musik. Sebut
saja seperti Koes Plus, The Mercy’s, Panbers, D’Lloyd dan Favorite’s Group.
Mereka
merilis album Let’s Start Again dan Bad News, di bawah label Remako. Juga
merilis Sign of Love, dengan label
Purnama Records. Nah album-album mereka saat itu dianggap kurang komersial. Tak
sanggup bersaing dengan album-album yang dihasilkan para grup pop yang saat itu
begitu populernya.
Menariknya,
The Rollies justru bisa dibilang sukses sebagai grup panggung. Pementasan
mereka dimana-mana, relatif sukses. Mereka memang dianggap menarik aksi
panggungnya, apalagi dengan adanya barisan tiupnya itu.
Juga
tentunya, dengan lumayan luasnya musik yang mereka sajikan. Karena ada banyak
musik yang mereka selalu hidangkan, baik itu pop rock, blues, soul, funk.
Mereka makin terasa dekat dengan warna Chicago. Sehingga sering disebut sebagai
Chicago van Bandung.
The
Rollies juga menjadi grup band yang seringkali diajak menjadi band pembuka
konser artis luar di Indonesia. Antara lain ada The Bee Gees, pada 2 April 1972 di Stadion Utama Senayan. Lalu Shocking Blue, yang datang dari Belanda
itu, di Taman Ria Monas pada 23 Juli 1972.
Merekapun
pede aja untuk dipanggungkan dalam satu acara bersama para band rock papan atas
seperti AKA dan God Bless, di Jakarta dan Surabaya. Dari konser rock itu,
terlihat bahwa mereka ternyata juga mulai punya fans fanatik.
Pada
1974, The Rollies harus kehilangan drummer Iwan Krisnawan. Iwan meninggal di
usia baru 27 tahun, kabarnya karena overdosis
narkoba. Lalu Deddy Stanzah pun mundur, karena mulai dijauhi oleh teman-teman
di grupnya itu, karena alasan memakai narkoba. Masuklah bassis, Oetje F. Tekol. Lalu posisi drummer
diisi Jimmy Manoppo.
Dengan
formasi baru itu, The Roliies seperti memperoleh suntikan darah baru. Mereka
mulai aktif kembali. Lalu meghasilkan album rekaman. Albumnya itu adalah Live Album, diambil dari pementasan
mereka di Taman Ismail Marzuki, 2 dan 3 Oktober 1976.
Album
itu diedarkan oleh Hidayat Audio dan
bisa disebut album live dari rock
band Indonesia yang pertama kali diedarkan. Perekaman langsung tersebut
dilakukan oleh Jack Lesmana. Album
itu ditunggu-tunggu fans fanatiknya, karena lebih dari 3 tahun mereka tak
melepaskan album.
Dalam
album Live tersebut, mereka membawakan lagu-lagu yang sebelumnya sudah
kerapkali mereka bawakan, dan masuk pada album-album mereka sebelumnya.
Seperti, ‘Free’, ‘Gone Are the Song of Yesterday’. Lalu juga, ‘Salam Terakhir’ karya
Iwan Krisnawan, dan ‘Setangkai Bunga’ yang ditulis oleh Iskandar.
Mengenai
album rekaman, sebenarnya album pertama mereka adalah debut album mereka yang digarap dan diedarkan Pop Sound Singapura.
Mereka meng-cover lagu-lagu barat,
yang biasa mereka bawakan di atas panggung. Seperti ‘Sunny’ (Bobby Hebb), ‘Love
of a Woman’ (Samantha Sang), ‘You Keep Me Hangin On’ (Diana Ross & the Supremes). Selain lagu-lagu soul
James Brown seperti, ‘It’s a Man’s Man’s World, ;I Feel Good; dan ‘Cold Sweat’.
Dalam
album itu mereka juga membawakan lagu, ‘Gone are the Song of Yesterday’. Lagu
ini sekian lama bahkan dianggap sebagai signature
song mereka. Padahal sejatinya, lagu tersebut adalah milik dari sebuah grup
band asal London, Love Affair.
Tercatat
juga, mereka sempat merilis album Halo
Bandung, dirilis juga di 1969 oleh Pop Sound Singapura. Mereka dalam album
ini membawakan malah lagu-lagu daerah, tentu diaransemen lagi, dengan gaya
musik mereka. Selain lagu-lagu keroncong dan langgam! Tuuuuuh kan, luasnya musik
mereka!
Pada
era 1970-an itu, popularitas The Rollies ikut didongkrak naik oleh media musik
paling populer saat itu, Aktuil.
Mereka seringkali ditulis dan dimuat majalah beken tersebut. Karena majalah itu
memang berkantor pusat di kota Bandung, seperti markasnya The Rollies.
Apalagi
ditambah berbagai sensasi yang ditimbulkan mereka. Semisal, salah satu yang
sensasional, saat Gito Rollies, mengendarai sepeda motor dalam keadaan bugil
keliling Bandung, merayakan kelulusannya dari SMA. Ditambah persoalan beberapa
personilnya yang menjadi junkies itu,
ya Gito, Iwan dan Deddy.
Kembali
lagi ke album rekaman. Setelah Live Albumnya, mereka merilis Tiada Kusangka.
Kembali dirilis oleh Hidayat Audio, di tahun 1976. Jadinya semacam album
revisited, dimana mereka membawakan lagi lagu-lagu yang telah mereka masukkan
di album-album terdahulu. Jadi ada lagu-lagu seperti, ‘Salam Terakhir’, ‘Love
of a Woman’, ‘Pahlawan Revolusi’, ‘Let’s Start Again’, No Sad Sad Song’, ‘Tiada
Kusangka’, ‘Mawar Idaman’, ‘Lagu Rindu’ dan ‘Gone are the Song of Yesterday’.
Musik mereka terkesan lebih matang.
Disusul
dengan album berikutnya, Dansa Yok Dansa,
di 1977. Nah kali ini mereka berada di
bawah label Musica Studio. Nama mereka menjadi, New Rollies. Benny Likumahuwa juga sudah mengundurkan diri sebagai
anggota band. Ikut mundur kemudian adalah Iskandar. Posisi Iskandar digantikan Pomo, dari The Pro’s.
Dan
mulai di album ini mereka membuka pintu, menerima karya-karya lagu dari penulis
lagu lain. Alhasil, mereka memang seolah juga membuka diri untuk lebih
kompromistis, dengan selera pasar. Ngepop? Begitulah. ‘Dansa Yok Dansa’, karya Titiek Puspa, salah satu contohnya.
Tapi tetap bagusnya, masih terasa roh The Rollies nya.
Yang
perlu dicatat, memang sejak 1977 tersebut, The Rollies lantas menghasilkan
lagu-lagu hits, yang mendapat respon bagus dari khalayak umum. Menjadi terkesan
lebih light dan poppish, tapi kalau
buat saya sih, mereka sebenarnya tidaklah terlalu “melacurkan diri”....
Bimbi,
adalah album kemudian yang dirilis Musica Studios setahun berikutnya.
Mengandalkan lagi karya Titiek Puspa, ‘Bimbi’. Lagu ini lebih ngehits lagi.
Selain juga mereka sukses menyodorkan lagu lain, ‘Hanya Bila Haus di Padang
Tandus’, karya Johanes Purba sebagai
hits juga.
Nah
Oetje lantas melejitlah sebagai salah satu penulis lagu hits lewat, ‘Kemarau’.
Lagu itu, dijadikan sebagai judul album yang dirilis pada 1979. Lagu bertemakan
kepedulian atas lingkungan hidup itu, ternyata memperoleh anugerah Kalpataru
dari Kementriaan Lingkungan Hidup. Diserahkan sang menteri sendiri, Prof. Dr.
Emil Salim saat itu.
Mulai
album Bimbi itu, Oetje Tekol muncul sebagai penulis lagu handal. Ia
menghasilkan, ‘Hari Hari’. Lagu itu, kerapkali dibawakan Gito Rollies, saat
show solonya. Dan selalu direspon positif penonton
Dari
album itu, lahir pula hits lain mereka. Salah satu lagu ballad mereka yang lumayan populer, jaman ke jaman, ‘Kau Yang
Kusayang’, karya Anto. Lagu itu sukses lho mengharu biru emosi dan hati para
penggemar musik tanah air!
Di
1979, mereka melepas Kerinduan. Ini lagu
ballad lain, yang meremas-remas hati para penggemar musik. Kayak pengen
mengulang sukses lagu melankolis, ‘Kau Yang Kusayang’ itu. Masih dirilis oleh
Musica Studios. Dalam album ini, Oetje menulis lagu bernuansa cinta tanah air,
‘Indonesia’.
Dalam
album Kerinduan, juga mulai bisa didengar suara drummer, Jimmy Manoppo. Jimmy
kebagian tugas, menyanyikan, ‘Mereka yang Berjasa’ dan ‘Satu Surga’ Lalu di
album kemudian, dirilis pula di tahun sama. Judul album, Pertanda. Lagu yang diandalkan memang, ‘Pertanda’, dan lagu itu
karya Jimmy Manoppo.
4
tahun, mereka tak menghasilkan album lagi. di 1983, mereka kemudian melansir 2
album berturutan. Album ke 14, Rollies
83, dengan mengandalkan, ‘Mabuk Cinta’. Lagu ini ditulis Harry Sabar. Dari
album ini juga muncul, ballad manis lain mereka, ‘Burung Kecil’.
Sebagai
album ke 15 adalah Astuti. Lagu
andalan, ‘Astuti’, masih berirama rada reggae, seperti juga Mabuk Cinta.
Astutidibawakan duet Gito dan Delly. Tapi seperti juga beberapa hits lain,
lagu-lagu hits The Rollies yang memang dibawakan Gito itu, selalu saja sukses
saat Gito melakukan show secara solo.
So,
masuk 1980-an, Gito memang mulai kerapkali ditanggap main, sendiri. Dimana grup
pengiringnya berganti-ganti. Ada beberapa kali, Gito juga main misalnya dengan Yuke Sumeru Band. Atau juga Dimensi Band, yang dimotori Donny Suhendra dan Yuke Sumeru.
Penampilan
secara solo dari Gito itu, bisa dibilang relatif sukses. Nah ketika itulah,
saya sempat beberapa kali memang berjalan bareng dengan Gito. Masih terkesan
rada “badung”. Ya sisa-sisanya masih ada. Hehehehe. Ia masih minum minuman
beralkohol, walau sudah berusaha membatasi diri dengan hanya bir hitam.
Yang
saya ingat, Gito saat itu memang mengakui, ga mungkin kalau ia meninggalkan The
Rollies. Grup itu memang membesarkan namanya. Serta, juga memberikannya banyak
hits. Lagu-lagu The Rollies itu terbukti lumayan populer dan dikenal publik.
Mereka, para penonton sering merikues dan ikutan menyanyi bareng!
Pada
1986, The Rollies masih menghasilkan Problema. Dan sejak album ke 14 hingga ke
16 ini, label rekaman mereka berpindah lagi. Kali ini dengan Sokha Records.
Lagu andalan tentunya, ‘Problema’ karya Oetje Tekol. Ada lagu lain, ‘Maju Ayo
Maju’ dari Junaedi Salat. Selain, ‘Maafkanlah’ karya Jimmy Manoppo.
Serunya
memang, dari saat itu memang grup ini unik. Tak lagi terlalu brass rock band,
tapi mereka punya banyak penyanyi! Ga hanya vokalis utama Gito Rollies lho. Ada
Delly, Bonny sampai Jimmy. Semuanya punya lagu yang dinyanyikan
sendiri-sendiri.
Walau
begitu, terasa enerji mereka nampaknya sudah terkuras habis. Mulai dari album
ke 15 dan selanjutnya, mereka sudah terlihat agak kepayahan dalam menghasilkan
karya-karya baru. Maksudnya, baru yang benar-benar baru dan segar.
Saat
itu pula, Gito memang mulai sering tampil solo. Demikian pula halnya dengan
Jimmy Manoppo. Jimmy membuat grup khusus sebagai band pengiring, untuk beberapa
acara di TVRI. Iapun juga menghasilkan solo album.
Sementara
Oetje Tekol, mulai bermain, melakukan jammin’
atau kolaborasi dengan musisi lain, justru dari sebelumnya. Salah satunya
adalah bersama Fariz RM. Dimana
Fariz, dengan Oetje lalu Karim Suweileh dan gitaris, Joko Waluyo Haryono menghasilkan album Sri Panggung. Album yang menghasilkan hits, ‘Gairah Baru’ dan ‘Sri
Panggung’ itu mengetengahkan vokalis, Jackie
Bahasoean.
Dan
untuk album rekaman, The Rollies masih berusaha terus kreatif. Walau mungkin
“tinggallah sisa-sisa”. Ada album Iya
Kan, New Roliies yang diedarkan tahun 1990. Mereka kembali di bawah Musica
Studios. Mungkin karena materi lagu adalah lagu-lagu hits mereka sebelumnya,
banyak yang berasal dari album yang dirilis Musica. Hanya ada ‘Iya Kan’,
sebagai lagu baru, ditulis bareng oleh Oetje dan Deddy Dhukun.
Mereka
kemudian vakum. Walau tetap tidak menyatakan diri berhenti. Apalagi mengatakan
mereka bubar. Di 22 Januari 2001, Deddy Sutansyah, pendiri The Rollies
meninggal dunia di Bandung. Namun kelompok ini lantas masih mencoba tetap
bertahan.
Pada
akhirnya, 2 mantan pemain utama mereka, Iskandar dan Benny Likumahuwa,
bergabung kembali. Kembalinya Benny, menegaskan lagi The Rollies sebagai sebuah
brass rock band. Mereka didukung dua vokalis muda, Alfredo Ayal dan Guswin.
Mereka berdua memang diplot sebagai pengganti Delly dan Gito.
Perjalanan
mereka terlihat benar kan, sedemikian panjangnya. Juga bisa dibilang tragis,
karena satu demi satu musisi dan penyanyi pendiri serta andalan mereka
berpulang. Tapi toh mereka tetap mencoba berupaya keras, bisa bertahan.
Hingga
kemarin ini, di Desember 2016, mereka tampil di acara Delapan Puluhan di TVRI.
Mereka tampil live, dengan cukup siap. Pada saat itu, penampilan mereka cukup
mengobati kerinduan para penggemar mereka. Apalagi Alfredo, dan juga Guswin,
lumayan berhasil untuk tampil mengisi vokal almarhum Delly dan Gito.
Merekapun tampil selengkapnya. Selain Alfredo dan Guswin, juga ada Iskandar, Benny Likumahuwa, Oetje F. Tekol, Jimmy Manoppo, Didiet Maruto. Didukung pula oleh Masri Piliang (gitaris), serta Nyong Anggoman (kibordis).
Tak
pelak, The Rollies harusnya tetap tercatat sebagai salah satu grup pop rock
yang unik. Selain menyandang predikat sebagai grup musik tertua di Indonesia,
yang masih eksis hingga sekarang, musik mereka yang relatif berbeda itu
sebenarnya tetap menarik. Menarik tak hanya bagi penggemar lamanya saja, yang
notabene kaum berumur, tentunya.
Tapi
juga kayaknya, menarik buat penggemar musik muda. Mereka masih punya potensi,
dengan musik dan performance mereka,
untuk ditonton dan dinikmati penggemar musik yang berusia lebih muda-an.
Yang
penting sih, tetap bisa lebih banyak tampil. Muncul di berbagai acara musik.
Ok, sukses dan Long Live The Rollies!/*
.
1 comment:
The Rollies - The Love Of A Woman
https://www.youtube.com/watch?v=DVrDr9fg1vg
Post a Comment