Sebuah
penawaran untuk memuliakan kematian Adalah kematian, yang hendaknya
dipersiapkan sebagai sebuah suasana tidur panjang nan nyenyak... Dimana ego
akan mencair, dan eksistensi diserap oleh alam semesta...
Roh
ini terbang berpindah, seperti saatnya ketika mimpi memasuki alam bawah sadar.
Dan itulah kematian, sebagai sesuatu yang hendaknya tak ditakuti, namun
dipersiapkan dengan kesiapan...untuk menihilkan segala apapun hal yang pernah
dilalui, dialami dan dirasakan. Menjadi “sosok” yang baru? Dalam dunia yang
baru?
Seperti
kedatangan mimpi, sebagai tidur. Namun mimpi ini, mimpi yang tak akan
berkesudahan. Tak lagi kembali ke kehidupan sediakala. Bangun tidur,
menggeliat, ngulet, membuka mata,
membuka selimut, berdiam sejenak melihat-lihat sudut kamar, melihat waktu,
membuka jendela, masuk kamar mandi....dan seterusnya. Dan seterusnya. Tak lagi
merasakan, sarapan pagi.
Dunia
tak bertepi, tak terbatas. Memasuki pengembaraan kemudiaan. Yang kelak titik
akhirnya, adalah menjadi milik prerogatif alam semesta raya. Sebuah misteri.
Dan tetap menjadi misteri yang tersimpan rapat. Begitu rapatnya, sehingga
menggoda begitu banyak ilmuwan, membedahnya, demi mengetahui apa itu Next Journey....
He asked me if I was
afraid of dying. I said, yes I am. I wasn’t lying. But it maybe like a deep
sleep state of mind. Egos are dissolvedand existence is absorbed by the
universe. You won’t remember anthing but just like when you’ve a little
child....
‘A
Deep Sleep’ adalah penggambaran akan fase kematian, sebagai sebuah tidur
panjang itu. Dengan dimulai oleh Celebration
of Birth, pada 6 tahun yang lampau. Dan merekapun mengambil dua ujung
perjalanan manusia itu, sebagai tajuk album mereka. Dimana seluruh lagu di
dalam album tersebut berkisah tentang fase di antara kedua titik tersebut.
Sebuah pross, yang terdiri dari pelbagai-bagai proses, yang sungguh tak
sederhana.
Montecristo
adalah Eric Martoyo, lead vocalist and lyricist. Kemudian ada
“Keith” Rustam Effendi, guitarist.
Ada juga, Fadhil Indra, pianist, keyboardist and vocals. Lalu, Haposan Pangaribuan, bassist. Selain itu, Alvin Anggakusuma, guitarist and backing vocalist. Serta masih ada, Keda Panjaitan, drummer.
So,
A Deep Sleep juga adalah menjadi title dari album kedua mereka. Selang 6 tahun
selepas mereka mulai muncul ke permukaan dengan debut albumnya tersebut. Bukan
waktu pendek, 6 tahun jack! Kemane aje, bro?
Album
mulai direkam sejak sekitar 2013. Dikerjakannya di beberapa studio di Jakarta.
Proses produksi rekaman, biasanya dilakukan selepas matahari terbenam dan selesai
jelang matahari hendak terbit. Agaknya mereka mempunyai kebiasaan, dini hari
adalah waktu pas untuk kulminasi ide-ide kreatif. Begitulah cerita Eric
Martoyo.
Jadi
lihatlah, 3 tahun juga bikinnya. Waow... Sebuah kerja panjang. Untung tetap ada
titik pencapaian yang “disepakati”. Ya, album selesai dan rilis. Apalagi yang
menjadi titik paling masuk akal untuk dicapai. Tapi, aduh...3 tahun lhoooow!
Alhasil,
10 lagu yang akhirnya siap dihidangkan ke penikmat musik Indonesia. Mungkin
juga, dunia. 10 komposisi dengan, ah sebut saja, berwajahkan atau apa ya
berbentuk, progressive rock. Dream
Theatre? Yes, Genesis atau Pink Floyd? Porcupine Tree atau Radiohead?
Apapunlah. Ya sejenis itu, kira-kira...
Progressive
rock kan, dulu lebih dikenal sebagai art rock. Montecristo menjadi grup yang
tetap setia mengusung bendera ke-progrock-annya.
Progrock, itu sebutan manisnya. Walau bunyi musiknya, biasanya rada susah
dibilang...manis. This is not Pop! Mutlak!
Tak ada ginca-gincu, bray...
Tapi
ada lagu dengan pola penafsiran tertentu. Pola mendengar yang, agak berbeda.
Apalagi pada pola memahami dan menikmatinya. Mana lagi, dengan lyrics yang
mendalam dan bermuatan kisah-kisah tertentu... Saya suka menyebutnya, ini
musiknya “dewa-dewa”. Dewi ada juga ga yang suka? Kok dewa-dewa saja?
Musisinya
melihat musik secara agak berbeda. Tentunya, kemudian mengemasnya juga dengan
cara yang “tak biasa”. Pendengarnya, oh lebih tepat disebut penikmatnya sih.
Nah penikmatnya, “ga kalah dewa-nya dari para musisinya.” Sinis kok?
Ga
ada niat sinis. Tapi seperti itulah yang sudah terjadi dalam beberapa dekade.
Tak hanya di Indonesia. Dimana-mana. Bahwasanya musik ini, adalah semacam “jubah
kebesaran” yang akan menegaskan dengan konkrit eksistensinya. Susah amat sih,
menjelaskannya.
Yaaaa,
karena tak biasa. Bukan pop, itu jelaslah. Bukan musik yang mudah, dan bisa
diterima banyak orang? Harus duduk di tingkatan tertentukah? Bagaimana dengan
intelegensia misalnya? Apalagi ya, pengalaman hidup? Gimana juga dengan
pergaulan misalnya?
Semuanya
harus “di atas rata-rata”? Ya, kalau sampai begitu sih, sudah terlampau jauhlah
dalam mendeskripsikan scene progrock
ini. Itu mah kelewat ekstrim penggambarannya.
Tapi
musik apapun saat ini, memiliki penggemarnya masing-masing. Sementara itu, para
penggemar musik, bisa mendengarkan macam-macam aliran musik. Cukup fair, bahwa semua musik punya “hak
hidup” yang sama saat ini. Peluang untuk “mendapatkan respon positif” sama
besarnya sih saat ini.
Yak
seperti Montecristo ini. Tetap mempunyai ruang gerak, untuk bisa meneruskan
perjalanan bermusik mereka. Dengan apa ya, pede, yakin, asyik-asyik ajalah...?
Boleh kok. Kan yang penting bermusik
bagaimana, apa yang ingin disampaikan, apa sih yang mau disodorin ke publik?
Nah kalau bicara soal, “laku apa tidak”nya, yaaaa serahkanlah ke semesta raya
nan luas tiada bertepi....
Yang
paling bikin saya takjub, Montecristo telah sangat pede betul asli, dalam
melangkah dengan second albumnya
tersebut. Mereka merayakannya dengan jamuan makan siang, di Hard Rock Cafe, Minggu
kedua Desember silam. Berani?
Soal
berani, ya masak ditanyakan lagi? Jamuan makan siang, mengundang puluhan
teman-teman terdekat, kolega, keluarga. Dan tentunya puluhan wartawan dari
media cetak, online dan televisi.
Acara
besar perayaan pelepasan album dalam format begitu, biasanya dulu kerap
dilakukan major label. Ataupun
label-label yang terbilang besarlah. Tentunya, untuk produk rekaman pop. Untuk
genre non-pop, apalagi prog-rock, sangat jarang terjadi.
Oh ya mereka juga menyelipkan seremoni kecil, memberikan "penghargaan" kepada tokoh musik progrock tanah air, almarhum Andy Julias. Penghargaan tersebut diserahkan kepada pihak keluarga, diwakili istri dan putrinya. Sebuah apresiasi dan respek atas sepak terjang dan ketokohan Andy Julias, yang ikut memajukan musik progrock tanah air.
Andy Julias juga yang selama hidupnya, terus aktif memberi semangat dan mendorong mereka untuk tetap terus berkarya. Tentu saja, antara lain bagaimana mereka diberikan semangat untuk dapat menghasilkan album rekaman lagi.
Semoga
saja keberanian mereka, akan mengundang hasil positif dalam penjualan albumnya
tersebut kelak. Terpenting sih, musik yang mereka mainkan dalam albumnya itu,
akan mampu menggaet atensi positif pasar musik. Menyebarluas dengan
sebaik-baiknya dan....sebenar-benarnya!
Montecristo
sendiri mengemas sepuluh karya lagu dan musik mereka, dalam album A Deep Sleep
ini. Karya-karya mereka memang langsung terasa, “bukan karya lagu biasa-biasa
saja”. Outside mainstream? One step ahead? Ah, apapunlah. Karena pada
press-release yang dibagi-bagikan kepada wartawan, mereka malah memberi porsi
lebih dominan pada cerita di setiap lagu yang ada.
Misal,
‘Alexander’. Diceritakan bahwa Montecristo melakukan upaya napak tilasmengikuti
jejak dari, komandan perang paling disegani masa lalu, Alexander The Great.
Yang melakukan perjalanan dari Kairoke Alexandria. Alexander langsung memimpin
di depan!
Lagu
‘Mother Nature’, yang bercerita tentang Ketapang. Sebuah kota kecil di
Kalimantan Barat. Yang mana, di saat ini industri kayu telah mengubah wajah
kota teduh ini secara drastis! Menurut mereka, atas nama modernisasi dan
globalisasi, ketamakan telah merobek-robek semuanya...
Lantas
ada, ‘The Man in Wheelchair’. Mengenai Stephan Hawking, seorang ilmuwan
selebriti dekade ini, yang disejajarkan dengan Albert Einstein itu. Tentu saja
lantaran Big Bang Theory, Blackhole dan
Theory of Everything itu.
Ada
lainnya, lagu ‘Simple Truth’. Yang ini, berkisah mengenai potret terkini bahwa
di dunia yang kian materialistik ini, ungkapan cinta seringkali diukur dengan
kemewahan material. Sementara lagu ‘Ballerina’,
menceritakan sesorang secara tak sengaja menyaksikan penampilan seorang
ballerina. Yang ternyata memukau, tubuhnya seringan bulu namun sekuat baja,
sekokoh karang tapi sehalus sutra.
Pada
‘A Blessing or a Curse?’, Montecristo menyodorkan soal kontemplasi tentang
kehidupan. Proses seseorang dari lahir, kecilnya tanpa beban, tak menghakimi
dan tak berprasangka. Seiring waktu, kian bertambah usia, menemukan pelbagai
hal dalam hidupnya. Sampailah pada titik, apakah kehidupan ini sebuah berkah
atau kutukan
Lagu
berikut, ‘Point Zero’, yang terinspirasi novel Perempuan di Titik Nol karya
dari Nawal El Saadawi yang terkenal itu. Kisah tentang seorang perempuan
terpidana mati, yang menolak untuk hidup.
Ada
pula kisah soal perpecahan band. Apa, perpecahan band? Ga salah? Judul lagunya,
‘Rendezvouz’. Biasanya saat band baru terbentuk, semua personil bisa menekan
egonya bak pahlawan. Tetapi ketika kesuksesan datang, perbedaan demi perbedaan
mencuat ke permukaan. Nah lho!
Dan
lagu terakhir itu adalah, ‘Nanggroe’. Yak ini berkisah tentang Aceh. Khususnya
untuk menghormati korban keganasan bencana dahsyat tsunami. Merekaingin, jangan
meratapi bencana itu, tetapi Aceh harus tetap tegak berdiri dan hidup seribu
tahun lagi.
Pada
akhirnya, memang banyak hal agak-agak “di luar kebiasaan’”, yang terjadi dan
telah diperlihatkan Montecristo. Menunjukkan mereka berbeda? Bisa jadi. Bukan
band biasa? Terlalu arogan, pasti bukan itu yang mereka maksudkan.
Saya
pikir, mereka memang memperlihatkan keseriusan mereka dalam bermusik. Mereka
tahu apa yang akan mereka mainkan,apa yang akan mereka nyanyikan.Dan apa yang lantas
diharapkan, akan memberi warna-warni berbeda bagi kehidupan masyarakat. Iya kan
ya?
Memberi
inspirasi positif, bagi kehidupan yang lebih baik dengan arah yang benar?
Memberi semangat untuk menapaki kehidupan ini, apapun fenomena dan romantika
yang telah dan akan terjadi? Dan, siap sedia untuk hidup kemudian?
Selamat
mendengarkan. Eh iya, yang belum kenal mereka, ya berkenalanlah. Ingat saja
nama mereka, Montecristo. Cari lagu mereka, dengarkan baik-baik. Semoga
bermanfaat bagi kehidupan anda....
Tabik!
/*
No comments:
Post a Comment