Discography
nya yang tercatat sejauh ini adalah, dimulai dengan album perdana Nusa Damai, rilis 1997. Lalu, Gitarku,
dirilis pada tahun 2000. Dilanjutkan dengan, Samsara (2003). Berikutnya adalah, Home (2005). Album selanjutnya adalah, Dawai in Paradise (2011). Lantas melahirkan, Joged Kahyangan (2013). Berikutnya adalah, Surya Namaskar (2014).
Ia
sebenarnya sempat menghasilkan album
spesial, Christmas Collection
(2013). Dan di tahun silam, ia menghasilkan album Hasta Karma. Dan mulai dari album Home, ia banyak berkolaborasi
dengan musisi kelas dunia. Dan dengan proses perekaman album-albumnya kemudian,
juga dilakukan di luar negeri, terutama negeri Paman Sam.
*Ternyata ia telah melakukan rekaman di luar negeri sejak album Samsara. Budjana sendiri baru mengkoreksinya. Ia waktu itu, modal nekad pergi rekaman. Didukung Adri Soebono dan Peter Gontha sebenarnya, tapi keduanya tak mau disebutkan namanya sebagai executive producer.
*Ternyata ia telah melakukan rekaman di luar negeri sejak album Samsara. Budjana sendiri baru mengkoreksinya. Ia waktu itu, modal nekad pergi rekaman. Didukung Adri Soebono dan Peter Gontha sebenarnya, tapi keduanya tak mau disebutkan namanya sebagai executive producer.
Sebagian
dari album-album rekaman yang telah dihasilkannya di atas itu, telah diedarkan
di mancanegara, antara lain lewat label internasional, Moonjune Records. Kemudian sampailah jelang penghujung tahun 2016
ini. I Dewa Gede Budjana, gitaris
yang disebut sebagai gitaris virtuoso oleh media musik luar negeri akan
melepaskan lagi album internasionalnya.
Album
itu sendiri berupa double-album (double-CD), Diedarkan melalui label, Favored
Nations Entertainment. Dengan judul, Zentuary. Mulai disebarluaskan secara worldwide sejak Oktober silam. Dan akan
segera diedarkan secara resmi, lewat sebuah konser eksklusif, yang mengambil
tempat di Tebing Breksi, Yogyakarta, pada 25 November mendatang.
Dalam
Zentuary, Dewa Budjana didukung kembali oleh para musisi kawakan kelas dunia.
Sebut saja, pada drums dan juga piano akustik, Jack de Johnette. Lalu Tony
Levin, bassis plontos yang dikenal luas sebagai bassis progressive rock.
Kemudian musisi multi instrumentalis, Gary
Husband, di drums dan keyboards.
Tak
hanya itu, ia juga didukung Guthrie
Govan (electric guitar), Tim Garland
dan Danny Markovitc (saxophone).
Selain itu, juga melibatkan Czech
Syomphony Orchestra. Selain nama-nama kelas dunia, Dewa Budjana juga
melibatkan para musisi dan penyanyi Indonesia seperti Saat Syah (traditional flute), Nyak
Ina Raseuki dan Risa Saraswati
(vocal/voices).
Menyangkut akan album
Zentuary tersebut, seluruh komposisi Budjana dalam Zentuary merupakan sebuah tawaran yang disodorkan kepada kepada
sesama seniman jazz. Di dalam komposisi itu terkandung gagasan, pemikiran, perenungan, keprihatinan,
emosi, gejolak jiwa. “Tapi, aku tak
menuliskannya dengan kata-kata, melainkan dengan melodi,” kata Budjana, seperti
tertulis dalam siaran persnya.
Proses
berikutnya adalah terjadinya sharing
atau berbagi gagasan lewat penafsiran personal masing-masing musisi yang
terlibat dalam album ini. Jack DeJohnette dan kawan-kawan mendengarkan apa yang
hendak dikatakan Budjana. Mereka membaca, menginterpretasi, lalu berdialog
lewat bahasa musik. Hasilnya seperti terdengar dalam album ini.
Menurut
Budjana sendiri, dalam musik perbedaan latar belakang para musisi bisa disingkirkan.
“Dengan musik semua nya akan menjadi lebih mudah. Yang paling abstrak pun di
dunia (nyata) sulit bertemu, nah kalau di dalam musik bisa diketemukan dengan
mudah. Chord-chord mayor misalnya,
bisa ditabrakkan dengan chord minor.”
Seperti
musik dalam album ini, demikian juga
laku hidup Budjana selama puluhan tahun sebagai seniman dan selaku pribadi
dalam kehidupan sehari-hari. Selalu saja ada tempatnya untuk hening dan teduh. Diperlukan
untuk meluluhkan, mengendapkan segala hiruk pikuk kehidupan.
Kata
Budjana, yang lahir pada 30 Agustus 1963 di Waikabubak itu, lagi, “Dalam
kondisi gonjang-ganjing itu kita perlu tempat yang teduh…”. Itulah salah satu
latar belakangnya, dalam menghasilkan Zentuary ini. Sementara perihal title Zentuary, buat Budjana adalah
berarti penggabungan Zen dan Sanctuary. Iu menjadi rangkuman dari Perjalanan
seumur hidupnya.
"Sepanjang
Perjalanan hidup yang saya lalui dan sepanjang jalur musik yang saya tekuni,
Setiap awal pasti akan memiliki akhir, terlepas dari sebuah keinginan yang
bertentangan, Saya percaya Zen adalah titik awal dan akan selalu menjadi titik
awal di tempat kudus,” terang Budjana lagi.
Karya-karya
yang ada di dalam album ini, menggambarkan perjalanan panjang seorang Dewa
Budjana. Yang mana, tentu saja ia berhadapan dengan berbagai-bagai tanggapan
emosional, baik itu berupa kebahagiaan ataupun kesedihan.
Tentunya,
ia harus berhadapan dengan semuanya, mengalami berbagai hal tersebut. Berbagai
tantangan dan rintangan, seringkali sampai menghadapi situasi yang sulit. Dan
pada akhirnya, ia mampu mengatasinya.
Alhasil,
Zentuary adalah menjadi macam refleksi kehidupannya. Khususnya dalam sesi
album, telah menjadi sebuah pengalaman nan mengesankan baginya. Nol tidak
selalu berarti tidak ada! Itulah makna sesungguhnya dari Zentuary itu.
Adapun musik yang dihasilkan, pada prinsipnya beragam. Seperti apa yang memang dihasilkannya selama ini. Ada muatan nuansa ethnic yang kental. Dengan atmosfir warna jazz, dan termasuk world music. Warna-warni musiknya khas seperti yang dapat dijumpai dalam seluruh albumnya yang lain.
Mengenai
konser Zentuary di Yogyakarta nanti, Dewa Budjana akan didukung banyak musisi
tanah air. Seperti Shadu Rasjidi
(electric bass), Marthin
Siahaan (keyboard), Irsa Destiwi
(piano/keyboard), Demas Narawangsa
(drums), Jalu G. Pratidina (perkusi), Rega Dauna (harmonika) dan tentunya, Saat Syah.
Akan ikut tampil para vokalis, Sruti Respati, Asterika Widiantini. Selain
itu, Budjana juga mengajak serta musisi lokal
Yogyakarta seperti Singgih
Sanjaya String Orchestra dan Anon Suneko Omah Gamelan.
Konser launching resmi Zentuary, di Taman Tebing Breksi yang terletak di
kawasan perbukitan Prambanan, kabupaten Sleman tersebut akan ditayangkan secara
live streaming di berbagai media
seperti Youtube, Periscope, Facebook.
Penyelenggara acara yang unik dan
menarik tersebut adalah, Lemmon
Production. Dan pihak promotor mengabarkan bahwa tontonan konser tersebut
nanti terbuka untuk umum, untuk seluruh kalangan, dan tidak dikenakan biaya
tiket menontonnya alias, gratis!
Ditambahkan oleh Lemmy Ibrahim dari Lemmon Production, bahwa mereka melibatkan beberapa nama berpengalaman, dalam tim kerja roduksi kreatif acara itu. Seperti Oleg Sanchabahtiar, sebagai creative-art director. Lalu ada pula Djundi Karyadi, sebagai support technology livestreaming.
Ditambahkan oleh Lemmy Ibrahim dari Lemmon Production, bahwa mereka melibatkan beberapa nama berpengalaman, dalam tim kerja roduksi kreatif acara itu. Seperti Oleg Sanchabahtiar, sebagai creative-art director. Lalu ada pula Djundi Karyadi, sebagai support technology livestreaming.
Kelihatannya, akan menjadi sebuah
konser musik yang tak dapat dilewatkan begitu saja.... /*
No comments:
Post a Comment