Wuidiiiih,
megah nian! Iya cuy, melihat arenanya, dan dengan stadionnya, saya berdecak
kagum. Sekarang ini namanya menjadi, Jakarta
International Equestrian Park. Dulunya memang sudah menjadi arena berkuda,
tapi khususnya untuk Pacuan Kuda (Horse
Racing).
Langsunglah
terbawa perasaan nih, dengan memori puluhan tahun silam. Jadi sekitar awal
1970-an dulu. Mungkin sekitar 1972 sampai sekitar awal 1980-an ya. Saya
terbiasa datang ke Pulomas. Utamanya nonton pacuan kuda, biasa diadakan hari
Minggu siang sampai sore. Malah sesekali kalau ada very special event, dimulai
agak lebih pagi.
Iya
dong, waktu itu masih piyiklah. Ke Pulomas juga dengan keluargaku. Ayah, ibu
dan kakak. Pertama-tama hanya menonton, palingan sebulan sekali. Lha lama
kelamaan, jadi makin sering. Karena di Pulomas, ayah dan ibu, ketemulah dengan
keluarga kami lainnya. Famili-famili sesama Kawanua. Malah bisa reunian dengan
teman-teman semasa sekolah dan kuliahnya dulu.
Kemudian
apalagi kami ketahui, sebagian joki di Pulomas itu, ternyata juga memiliki
hubungan keluarga dengan kami. Makin jadi sering. Malah acapkali, kami datang
di luar hari Minggu. Untuk berkunjung saja, bertemu saudara-saudara kami yang
joki-joki, yang waktu itu sebagian juga tinggal di sana.
Tentu
saja jadi bergaul dengan kuda-kuda juga. Entah hanya menonton, melihat-lihat
kuda-kuda di kandangnya, atau sedang dilatih. Atau berkesempatan dekat,
mengelus-elus kuda. Sampai boleh mencoba menunggang, menaiki kuda lho. Dari
situlah, saya makin suka dengan kuda.
Jadi
entah gimana ceritanya ya, dulu terutama di era 1970-an, Pulomas menjadi arena
pertemuan para Kawanua se Jabodetabek, malah ada yang sengaja datang dari
Bandung juga. Menjadi titik kumpul penting. Sebagian besar penonton, juga
pemilik kuda, termasuk joki-jokinya adalah warga Kawanua.
Tapi
memang pacuan kuda itu, seperti uga jeis olahraga berkuda lain adalah olahraga
mahal. Ga murah. Dari kuda-kudanya, walau kuda lokal sekalipun. Oh ya dulu itu,
untuk pacuan kuda, ada kelas atau kategori kuda lokal (suka disebut kuda pony).
Dan kuda luar negeri, yang disebu thoroughbred
(kuda Australia, kebanyakan saat itu didatangkan dari Australia memang).
Kemudian
berkembang, pacuan itu ada kategori kuda-kuda persilangan, lokal dan kuda pacu
Australia itu. Dan di setiap Minggunya, ada beberapa pacuan kuda. Dibagi dalam
kelas-kelas gitulah. Nah dan yang membuat ramai memang ada judinya.
Yaitu
bertaruh untuk pemenang. Ada kategori tebakan tepat pemenang pertama. Atau
pemenang pertama dan kedua. Atau pemenang 4 teratas. Tentu dari setiap pacuan
ataupun race. Judi tebak-tebakan itulah yang asli meramaikan pacuan kuda.
Arena pacuan kudanya sendiri, dibangun semasa
Gubernur Ali Sadikin. Dibuka tahun 1971, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Waktu itu, arena pacuan kuda Pulomas disebut-sebut juga salah satu arena
terbaik di kawasan Asia.
Saat
itu, yang populer memang pacuan kuda saja. Sesekali ada eksibisi Ketangkasan
Berkuda (Equestrian). Pernah juga
diselipkan kompetisi Equestrian nasional, terutama di era akhir 1970-an. Yang
unik, belakangan malah ada olahraga lain, yang juga dimainkan saat itu.
Jadi
penonton disuguhi tontonan pacuan kuda dan satu olahraga lain, yaitu motocross! Track untuk pacuan kuda ada sepanjang 2200 meter, melingkar
bentuknya. Nah di sebelah dalam di bangunlah track untuk motocross. Tapi kalau
untuk kuda ada tebak-tebakkannya. Untuk motor, ga ada.
Awalnya
motocross hanyalah eksibisi. Tetapi kemudian menjadi agenda tetap dan
diselipkan kompetisi juga, saat itulah mulai mengundang crosser-crosser handal
di waktu itu. Yang saya ingat ada nama Bandung
Sunggoro, Iwan Bigwanto, Erwin Manca dan lainnya.
Kalau
untuk jockey (joki) kuda pacu, ada nama-nama seperti Tenny Palandeng, Arry Rori,
Jani Tewuh, Johnny Wullur termasuk kakak-beradik Johnny dan abangnya, James
Momongan. Merekalah joki-joki paling populer, disebut juga sebagai
joki-joki andalan di jaman itu.
Nah
joki-joki tersebut di atas itu, rata-rata datangnya memang asli dari Menokad eh
maksudnya Sulawesi Utara. Alias, ya orang-orang Minahasa semua. Ada 2-3 joki
yang non Minahasa juga saat itu. Bahkan sempat ada juga joki asing. Kalau
pemilik kuda, sebagian juga dari Minahasa. Mereka datang sebagai peternak kuda
pacu tradisional gitu. Dimana memelihara dan membesarkan kuda pacu sudah turun
temurun.
Kan
sebenarnya, banyak daerah di Nusantara ini,mempunyai tradisi pacuan kuda
tradisional di daerah masing-masing. Entah dari Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Jawa Timur, Sumba sampai Jawa Barat. Beberapa arena pacuan kuda tradisional
juga bisa dijumpai di beberapa propinsi saat itu.
Sebagian
lain, pemilik kuda, datang dari para petinggi. Baik itu perwira tinggi ABRI
atau Keplosian, Menteri termasukkeluarga dari Presiden Republik Indonesia. Ada
juga milik selebritis. Itu membuat pacuan kuda disebut sebagai olahraga kaum “the haves”.
Kabarnya,
pacuan kuda Pulomas mulai meredup, dan mulai ditinggalkan penontonnya saat judi
dilarang secara resmi oleh pemerintah. Hilanglah gairah saat itu. Dan jelang
tahun 2000, akhirnya pacuan kuda Pulomas ditutup.
Beberapa
tahun dibiarkan terbengkalai. Bahkan pernah satu saat dikabarkan, pemerintah
daerah DKI Jaya mewacanakan untuk menggusur arena pacuan kuda itu.
Menggantikannya dengan pembangunan kompleks apartemen dan pertokoan.
Barulah
di saat Jakarta secara resmi terpilih sebagai kota penyelenggara Asian Games ke
18 di tahun 2018, dan Equestrian masuk menjadi salah satu cabang olahraga yang
akan dipertandingkan, maka dipilihlah Pulomas sebagai arena peyelenggaraannya.
Dalam
kurun waktu sekitar 2 tahun, Pulomas disulaplah menjadi arena ketangkasan
berkuda megah, berkelas internasional. Disebutlah sebagai arena ketangkasan
berkuda terbaik di kawasan Asia Tenggara. Sayangnya, arena pacuan kuda tergusur
habis.
Karena
memang pacuan kuda, tidaklah termasuk cabang olahraga yang dipertandingkan di
Asian Games tersebut. Dan pacuan kudapun, kembali ke khittahnya, lebih sebagai
kegiatan olahraga tradisional beberapa daerah.
Jakarta
International Equestrian Park dibuat lengkap. Baik titik utama beruapa stadion
utamanya. Dengan dilengkapi berbagai arena kompetisi berkuda, terutama jumping (kuda lompat, lompat rintangan)
dan dressage (tunggang serasi). Ada
satu lagi, cross country namanya.
Belum
lagi, ya so pastilah, tersedia kandang-kandang kuda representatif. Yang juga
disediakan bak rumah kost saja, tak sekedar sebagai kandang penginapan untuk
kuda-kuda. Dan ditambah lagi dengan penginapan untuk para joki, coach sampai pemilik kuda.
Sedikit
info saja,kalau tunggang serasi itu adalah kompetisi untuk keserasian dalam
berolahraga berkuda. Penilian pada nilai estetika, yang meilihat keserasian,
keluwesan sampai keanggunan kuda. Tentu saja juga joki penunggangnya. Artinya,
memang harus terjalin kerjasama yang baik antara kuda dan penunggangnya.
Dilhat
dari cara berjalannya kuda. Kemudian sang penunggang juga harus terlihat apa
ya, elegan, tegap badannya. Kuda bisa berjalan anggun, atau berlari kecil.
Sampai di akhir, bahkan ada penghormatan kepada juri, secara bersama-sama kuda
dan jokinya itu.
Sementara
untuk lompat rintangan, joki harus dapat mengendalikan dan “memerintahkan” kuda
melewati berbagai papan rintangan. Yang bervariasi tinggi, ataupun tingkat kesulitannya.
Keduanya,
perlu banget latihan kontinyu yang intens. Terutama bagaimana joki dan kuda,
dapat bekerjasama dengan sebaik-baiknya. Kuda dapat melangkah, berhenti,
berlati kecil misalnya sampai menghormat, untuk tunggang serasi.
Kalau
untuk lompat rintangan, bagaimana joki dapat membuat kudanya sanggup melewati satu
persatu papan rintangan dengan baik, dalam kurun waktu yang cepat. Resikonya,
kalau saja tetiba dalam sebuah kesempatan sang kuda menolak melompat, kalau
joki tak siap bisa saja jatuh terlempar dari pelana kuda. Akibatnya, bisa
fatal. Terbayang dong, jatuh dari kuda, resikonya bisa “sekedar” terkilir,
lepas persendian, patah tulang sampai bahkan gegar otak.
Ok
itu sekedar sekilas gambaran dari saya mengenai olahraga ketangkasan berkuda.
Serta dilengkapi juga cerita masa lalu pacuan kuda, di masa sekitar 40-45an
tahun silam.
Kembali
ke kedatangan saya lagi ke Pulomas. Saya dan istri, sudah mengetahui acara
tersebut sejak sekitar 2 bualn sebelumnya. Dapat info tambahan juga dari
teman-teman baik di Facebook. Acaranya bertajuk Indonesia Horse Show 2019.
Bayangan saya, akan ada kompetisi berkuda (equestrian) dan pastinyalah termasuk
pacuan kuda.
Ndilala,
saya baru tahu kan, saat tiba di Pulaomas itu, yah arena pacuan kudanya sudah
tidak ada lagi. Dan kompetisi yang sebenarnya relaif kecil itu, tidaklah
memakai arena kompetisi utama, yang berada di depan stadion besarnya. Tetapi
menggunakan areal kompetisi yang lebih kecil, berada di sisi stadion.
Tapi
cukuplah mengobati kerinduan saya untuk menonton dan menikmati lagi aksi-aksi
berkuda. Mengagumi kembali, dari jarak dekat,kuda-kuda terlatih untuk dressage
maupun jumping. Melihat dan mengamati pula para joki-joki muda, yang berupaya
dapat meraih prestasi terbaik, bersama kuda-kuda tunggangannya.
Well,
ya dong ga hanya menontonlah. Itu mah jangan ditanya. Pastilah, sudah siapin
kamera. Untuk memotret. Saya sudah lama ga memotret berkuda lho. Jadi saya
menikmati betulkesempatan memotret kemarin itu. Walau aduh, sengatan panas
mataharinya itu lho, lumayan bingits!
Jumpa
juga dengan beberapa teman di sana, yang memang bergiat di olahraga berkuda.
Termasuk orang tua, yang ternyata ada putrinya bersekolah khusus berkuda. Atau
sahabat lama, yang sempat bergiat di bisnis masalah kuda.
Dan
jumpa juga dengan abang saya, eh broer saya juga dong. Yang kini menjadi coach
untuk equestrian. Oh ya, sebagian joki-joki pacuan kuda, saat pacuan kuda tak
lagi ramai, berpindah menjadi para penunggang kuda untk equestrian. Mereka di
masa 1980an akhir sampai sekitar awal 2000an, bahkan menjadi joki-joki
equestrian terbaik Indonesia juga. Berprestasi internasional lho.
Sebagian
dari mereka, kini lantas masih berkarir terus di olahraga berkuda, tetapi tidak
lagi menjadi atlet. Mereka menjadi pelatih-pelatih handal, dan telah mencetak
beberapa atelt ketangkasan berkuda terbaik, yang lantas mampu mengikuti jejak
mereka. Yaitu meraih prestasi di tingkat internasional, misal untuk ASEAN, Asia
Tenggara atau di arena Sea Games.
Yah
olahraga berkuda, memang tetaplah menjadi olahraga mahal sih. Tak banyak yang
dapat terjun ke dalamnya. Mungkin karena itulah, prestasi para atlet berkuda
kita, belum sampai mampu menembus tingkat Asia. Ada beberapa handicap, yang masih harus diatasi. Ya
tentunya soal kuda misalnya, mengingat mendatangkan kuda-kuda terbaik kan juga
memerlukan biaya yang relatif besar.
Sebagai
gambaran sekilas saja nih ya, ada salah satu kuda peserta Asian Games 2018,
yang berasal dari Qatar, yang terbilang sangat istimewa. Sirocco namanya,
kabarnya seharga 200 milyar. Dan rata-rata kuda-kuda terlatih baik untuk
ketangkasan berkuda, nilainya memang sudah dibilangan....milyar saat ini.
Amboi!
Kapan-kapan
pengen lagi ah, untuk bisa menonton dan memotret kegiatan olahraga berkuda
lainnya. Selalu ada hal-hal menarik lho, menonton acara olahraga berkuda itu. Baikkudanya,
keramaiannya, atlet-atlet tua dan muda, besar dan kecilnya. Belum lagi
suasananya. Ga percaa? Coba nonton deh nanti.....
Sementara
ini, sila nikmati dulu jepretan-jepretan saya di acara kemarin itu. /*
No comments:
Post a Comment