Thursday, September 27, 2018

Cokelat dan Coklat, Sama-sama Ngenakkin. Kalau Ngopi?


Senang kalau mendengar, sebuah grup band bisa bertahan lumayan panjang. Lewat dari 10 tahun saja, sudah lumayan banget.  Apalafgi mampu melewati umur 20 tahun, tentu saja luar biasa.
Luar biasa syusyah lho. Ga gampang untuk bertahan, tetap segrup, tetap jalan bareng. Dan, tetap berproduksi, maksudnya menghasilkan terus karya-karya baru.  Jadi sudah seperti hidup berumah tangga sajalah....
Perjuangannya, sekilas sih rada mirip-mirip. Mirip pada romantikanya. Ga sejalan idenya, cekcok. Tetiba yang satu berkeinginan ke arah barat, eh yang lain kepengen ke arah timur, cekcok lagi. Banyak kejadian silang pendapat, cekcoknya kebanyakan, lantas ada yang mutung. Begitu kelihatan sudah sulit untuk terus jalan bareng, bercerai deh yang tak bisa dielakkan.
Sedih tentu, tetapi well dudes life goes on. So, jalanlah sing-masing, tak bisa lagi bareng. Tetapi masing-masing punya kehidupan, dengan jalannya sendiri-sendiri. Mungkin itulah kehendak semesta. Hadapilah dengan...sabar dan tawakal.
Hidup ini hanya satu kali, teman. Ngebandpun kayaknya memang bisa aja, hanya sekali pula. Kalau ada kesempatan lain, kayaknya...ya band yang lain. Begitulah romantika kehidupan. Ketika hidup ternyata jalannya, kawin lagi. Ah, apa sih?



Tapi Cokelat memang brown. Brown Eyed Girl? Itu judul lagu, cuy. Lagunya Van Morrison, eh juga Freddy Curci. Tapi iIni soal Cokelat yang bukan brownies, tetapi ini grup band. Well, siapa yang ga kenal Cokelat sih? 22 tahun mereka telah eksis, menapaki jalan karir musiknya lho. Bukan waktu yang sebentar kan, dan ga banyak grup yang sanggup begitu.
Mereka “cokelat”, yang lebih ke cemilan yang disukai tua muda, besar kecil itu. Memang sih, mereka pengen musik dan lagunya macam cokelat itulah. Semua orang suka, kalau bisa tergila-gila. Eh kan ada yang tergila-gila gimana gitu lho sama cokelat, ya ga?
Band asal Bandung ini kabarnya berdiri sejak 25 Juni 1996. Saya sendiri mengetahui, lantas menonton mereka itu kapan ya. Wait, wait...Kalo ga salah di Bandung, lalu Jakarta. Dan, ini yang penting, justru di awal-awal karir mereka. Kayaknya awal 2000-anlah.
Itupun direkomen teman, wartawan musik lain. Kemudian baca dan lihat di televisi. Lantas tertarik. Lalu pengen lihat. Karena pengen tahu, on stage nya ni band kek gimana sih? Emang beneran bagus apa gimana sih? Eh, bagus juga sih.
Abis muncul GIGI, juga ada /rif misalnya. Kalau Bandung, ya setelah Java Jive juga deh. Muncul Cokelat ini. Di tahun-tahun itu, beberapa grup memang tetiba bermunculan dengan...keren-keren lho. Punya karakter musik sendiri-sendiri juga. The Groove misalnya,muncul juga di era 90-an itu kan? T Five, Brown Sugar juga dong?
Nah Cokelat memilih ada nuansa rocknya. Kalau di album, terasa lebih ngepop, tapi memang enak. Ya enak, makanya mereka punya hits, yang ga cuma 2 atau 3 lagu doang. Di panggung, lebih terasa galak, suara lengkingan gitar lebih tebal dan “memenuhi ruangan”. Saya suka juga dengan bass-linenya, tak lupa dengan ritme drumsnya.
Ok, bicara hari ini, Cokelat sudah masuk ke formasi yang ke berapa ya? Biarlah teman-teman Cokelat saja memastikan. Saya ingatnya dulu ada Ernest Fadian Sjarif, bertandem dengan saudara kandungnya Edwin Marshal Sjarif. Di drums ada Ervin Ilyas. Sementara itu di bass, Ronny Febri Nugroho dan vokalisnya, Kikan Namara.
Ternyata Ronny dan Kikan memang adalah anggota pertama, dimana Cokelat dikerek benderanya sebagai sebuah grup pop rock. Mereka berdua bersama Robert Pieter (gitar) dan Deden (drums), berserta gitaris, Bernard.



Muncul lewat sebuah album kompilasi Indie Ten di tahun 1996. Dimana Deden diganti Ervin. Lalu Bernard mundur saat album Untuk Bintang, debut album mereka yang dirilis tahun 2000.Saat album kedua rilis, Rasa Baru di 2001, Edwin masuk menggantikan Bernard.
Disusul hengkangnya Robert, dengan digantikan Ernest, yang sebelumnya telah beberapa waktu menjadi crew tetap mereka. Dan formasi tersebut bertahan terus hingga sekitar tahun 2010. Setelah bersama-sama selama 14 tahun, Kikan mengundurkan diri. Disusul Ervin.
Sejak saat itu, Cokelat lantas memang tersisa Ronny, Edwin dan Ernest saja, yang masih bertahan untuk “tetap cokelat”. Masuk vokalis baru, Sarah Hadju. Sementara posisi drummer, mereka memilih untuk mengundang additional player, dimulai dengan Otto Pambudi.
Empat tahun berselang, giliran Ernest yang mundur. Dan Cokelat berjalan dengan hanya satu gitaris saja. Dan dengan sebelumnya, Sarah Hadju juga hanya bertahan sesaat, dan digantikan Jackline Rossy Natalia Mboeik.
Dan sesungguhnyalah, setelah lama tak sempat-sempat juga menonton lagi mereka, apalagi paska gonta-ganti personilnya, saya beruntung bisa beroleh kesempatan lagi. Seneng juga, jadi pengen lihat bagaimana Cokelat di masa sekarang. Tetapkah berwarna eh berasa, “chocolate”? Apa sudah berubah rasanya, berubah warnanyakah? Berubahnya gimana?
Betewe, saya juga penggemar berat coklat. Eh cemilannya, bukan warna! Terlalu gemar. Etapi bukan lantaran hal itu, jadi suka juga dengan musiknya Cokelat ini. Kalo nyambungnya ke situ sih, susah deh. Lidah dan kuping, susah untuk dicari-cari atawa ditelusuri titik ketemunya... Kira-kira begitulah. Maklumi. Tapi saya memang suka coklat.
Coklat itu cemilan yang menyenangkan dan...”ngelemesin”. Santai, ngenakkin badan aj. Musiknya Cokelat? Nyenengin juga, ngenakkin kuping. Nah titik temunya di situ kali ya....sama-sama ngenakkin. Bikin lebih rileks, otot-otot lebih lenturlah.



Mereka bikin Ngopi Bareng Cokelat kemarin itu, di Bentara Budaya Jakarta. Karena mereka sudah 22 tahun umurnya. Wah, makin ganteng dong? Dan mereka juga melepas single baru, ‘Peralihan Hati’. Sebagai single berikutnya, menjelang akan dirilisnya album mereka terbaru, yang menjadi album kesembilannya.
Ini single keempat, menyusul tiga terdahulu, ‘Dikhianati’, Cinta Matiku’ dan ‘Garuda’. Dari tahun silam, begitu mereka mengikat kontrak dengan label Halo Entertainment Indonesia.
Mereka pada kesempatan malam itu memperkenalkan pula, drummer muda, Axel Andaviar sebagai drummer tetap mereka. Axel, drummer rock-looked putra gitaris /rif, Ovy, telah beberapa lama mendukung Cokelat sebagai additional player.
Pada akhirnya, setelah berjalan bersama, tiga personil Cokelat sepakat menawarkan Axel ah sudahlah, masuk jadi drummer tetaplah saja ya. Ndilala, Axel setuju, terharu, mengangguk mantap, menetskan air matanya. Ketiga Cokelat melihat itu, ikut terharu, menepuk-nepuk bahu Axel. Dari terharu, meneteskan air mata. Berempat saja, bahkan juga orang-orang lainnya. Orang lain siapa?
Ya ga lah, itu cuma cerita pemanis saja sih. Biar enak bacanya, sob. Mudah-mudahan enak bacanya. Seenak ketika coklat tengah menari-nari di dalam mulutmu. Ahay! Sedapnya. Ini melenceng dikit. Janji, dikit aja! Karena satu dan lain hal, saya terpaksa harus mampu untuk tidak lagi kegandrungan berlebihan dengan coklat. Sedih ga sih? Miris!
Kenapa? Sudahlah, itu urusan saya dengan laboratorium. Eh juga dengan dokter sih. Tetapi ini tentang Cokelat, grup band. Bukan tentang saya. So, begitulah acara Ngopi Bareng kemarin dilengkapi juga dengan suguhan kopi gratis. Kopi Indonesia itu memang juara! Kopi item cuy, jangan pakek gula dong. Nikmatnya terasa, sampai tenggorokan masuk lagi ke dalam. Segar dan sehat!
A


Produser, Irwan Simanjuntak

da coklatnya ga? Kudu cari momen, biar menjadi Nonton Cokelat dengan Coklat, Tiada Terkira Ngenakkinnya....  Kemarin memang tak ada coklatnya. Tetapi ngenakkinnya tetap berasa. Cokelat sedikit berubah, terutama di atas panggung.
Tetapi terasa, Edwin lebih “liar”. Tapi jangan berpikir, liar kemana-mana, gila-gilaan, tiada terkendali. Masih proporsional. Dan gebukan tenaga muda nan segar, Axel, mewarnai musik Cokelat dengan ... dengan apa ya, istilahnya. Apa sih ya, gimana kalau saya sebut saja, lebih nendang lagi?
Mau lebih ngerock atau tetap bersikukuh dengan pop yang ke rock-rock an, atau rock yang ngepop? Saya pikir, itu menjadi hak prerogatif keempat Cokelat, untuk menyatukan persepsi, visi en misi.
Tapi ada keterlibatan produser musik, Irwan “Opung” Simanjuntak. Yang kemarin di Bentara Budaya Jakarta juga tampil sebagai kibordis. Bebunyian keyboard, sesungguhnya memang memperkaya musik Cokelat.
Memperkaya itu abstrak kali ya? Saya pilih kata ini, lebih membuat dewasa. Artinya, Cokelat menjadi lebih jelas. Bukan dalam konteks yang “sempit”. Bukan pula menjadi lebih terasa “tua”. Jangan diartikan begitu. Ya gimana ya, tapi lebih ngenakkin sebenarnya sih. Melatari suara lengkingan gitar dengan...”baik dan benar”.
Album kesembilan nanti akan beredar setelah sekitar 2 tahun lalu mereka melansir #Like, sebagai album kedelapan. Yang adalah album rekaman perdana mereka dengan vokalis Jackline “J” Rossy itu. Setelah, masya Allah, delapan tahun tak merilis album rekaman!
Menariknya tentang Cokelat, mereka biar gimana ya, melangit gegara, ‘Bendera. Itu macam anthem bernuansa tebal cinta dan kebanggaan terhadap tanah air, penuh semangat hidup, sangat positif. ..... Merah putih teruslah kau berkibar Di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini Merah putih teruslah kau berkibar Ku akan selalu menjagamu. Sungguh menyentil rasa kebangsaan kan?
Lagu itu sendiri karya Eros Chandra sebenarnya. Tetapi memang lebih mempopulerkan lagi Cokelat. Seperti juga hits mereka lainnya macam, ‘Karma’ atau, ‘Demi Masa’. Atau apa lagi, ‘Saat Jarak Memisahkan’. atau Salah’ dan, ‘Bukan Hari Ini’. Atau apa lagi? Ya mungkin saja, pembaca ada yang suka lagu lainnya? Bebas kok.....
Akhirul kata, Cokelat tetaplah coklat. Ditunggu nongkrong gagah dengan coklatnya. Walau saya memang harus rela untuk lebih mengerem kesukaan terhadap cemilan coklat. Termasuk minuman dengan rasa coklat, ataupun kue-kue dengan dihiasi coklat. Pokoknya, ya coklat.
Che Cupumanik, ber-monolog



Catatan yang tak boleh terlewat juga, Cokelat menghadirkan kejutan seru juga kemarin. Sebagai pembuka mereka adalah penampilan amat sangat istimewa dari Che Cupumanik! Che tampil tak bernyanyi, tetapi ber-monolog! Walah! Sukses juga lho, Che yang berkawan dekat dengan Edwin Marshal Sjarif di grup band lain, Konspirasi.
Untung bukan, jangan dengerin Cokelat. Kalau itu yang terjadi, saya tak mungkin bisa menulis ini dong. Ga enak atilah.... Ya ga enak juga jadinya hidup ini.  Pesan saya, album kesembilannya jangan kelamaan diutak-atik di dalam studio ya. /*





* Trims dan sukses selalu untuk kak Mudya Mustamin, manajer yang penulis musik



No comments: