Wednesday, January 3, 2018

Sheila Permatasaka, She's a Bass Player and a Midnight Superstar


Bassist perempuan yang cantik ini, akhirnya merilis debut mini albumnya. Judulnya cukup mengundang keingin tahuan orang sebenarnya, Midnight Superstar. Who, Why? Well, tapi bukankah yang paling indah, bahwa ia akhirnya memang bisa menyelesaikan albumnya lantas merilisnya?
Iapun mencetak sebuah catatan sejarah yang manis, bahwa ia tercatat menjadi bassist perempuan pertama di Indonesia, yang dapat menghasilkan sebuah album rekaman. Langkah berani, itu so pasti. Tapi lebih dari sekedar catatan sejarah, karena itu bukankah menjadi catatan prestasi tersendiri.
Proses rekamannya terbilang cepat. Ia menyanggah kalau dibilang ngebut. Mungkin lebih tepatnya, memang kesempatan yang ada, terbuka begitu lebar untuknya. Ia padahal tak punya target muluk, yang penting adalah masuk studio lalu rekam. Ternyata hanya hitungan beberapa bulan, sudah klaar!
Dalam album perdananya tersebut, ia didukung para teman-teman baiknya antara lain ada beberapa drummer seperti Echa Sumantri, Dimas Pradipta, Jeane AlsaPhialsa dan Handy Salim. Memperoleh dukungan juga dari gitaris seperti Yonathan Andi Gunawan dan Indra Aryadi.
Ada juga keterlibatan teman lamanya, pianis Rieke Astari selain Michael Yosua. Selain itu ada trumpetist Jordy Waelauruw, saxophonis yang terbilang cukup senior, Devian Zikri. Juga ikut mendukung, saxophonis lain, Damez Nababan. Dan satu-satunya vokalis, Evelyn Hutagalung.
Dalam album tersebut, bertindak sebagai produser adalah Yessi Kristianto, yang juga mengisi kibor. Selain itu gitaris Indra Aryadi. Dan tepatnya, proses rekaman sampai selesai album itu, memakan waktu hanya 3 bulan-an saja.

Memuat  6 tracks yang merupakan original compositions miliknya seperti, ‘Lullaby for Hans’, ‘All is Well’, ‘Be Not Nobody’. Kemudian, ‘Pengantar Lelap’ yang dibikinnya bersama Ruben Nuranata, sang suami tercinta.
Kemudian lagu yang jadi judul album, ‘Midnight Superstar’, digarapnya bareng Yessi Kristianto. Ada satu lagu karya Indra Aryadi, yang dibawakannya juga, ‘The Dawn Has Come’.
Ia membentuk grup bandnya sendiri, yang “tugas pertama” mereka memang mendukung rekaman album pertamanya tersebut. Grup bernama Sheila and the Upmost itu, kemudian juga menjadi grup tetapnya yang dibawanya untuk pentas.
Aduh maaf, keasyikan kasih tahu soal album rekamannya, malah sampai hampir lupa memperkenalkan doi siapa. Nama lengkap, Sheila Permatasaka, kelahiran Jakarta 4 Maret 1984. Putri kedua dari 3 bersaudara, dari pasangan Johan Sulaeman dan Jeane Ratuwalu.
Sheila yang bertinggi badan 165 cm dan beratnya 67 kg itu, dan penyuka warna orange dan grey  ini, adalah istri dari Ruben Nuranata dan ibu dari Hans Joachim Nuranata. Si kecil tersayang, Hans saat ini baru beumur 3 tahun.
Beberapa waktu lalu, di bulan Desember 2017 silam, saya menemui Sheila Permatasaka bersama grupnya, Sheila and the Upmost tersebut. Mereka tampil dalam peresmian rilis albumnya tersebut, di iCanStudioLive.


Kala itu, para musisi yang mendukungnya adalah Yonathan Andi Gunawan (gitar), Michael Yosua (piano), Handy Salim (drums), Devian Zikri (saxophone dan flute), Harley Korompis (trumpet), Yessi Kristianto (kibor). Kemudian Nina Sari Ishak (akordeon) dan Evelyn Hutagalung (vokal).
Setelah menuntaskan permainannya, yang sekaligus juga syuting live tersebut, Sheila saya ajak sejenak ngobrol. Dan kemudian obrolan lebih banyak dilanjutkan via message di whats-app. Selain itu, kamipun lantas sempat bertemu melanjutkan obrolan, sambil ngopi-ngopi kalem nge-jazz-lah di sebuah kedai kopi.
Baca saja obrolan ringan saya dengan Sheila, bassis penuh senyum, yang saya kenal lewat penampilannya bersama Starlite. Ini sebuah trio dengan semua musisinya perempuan, dimana Sheila bermain bersama Rieke Astari dan Alsa. Lalu saya jumpai ia tampil dengan beberapa grup lain, dengan Ina Ladies atau juga mendukung solo projectnya Tiwi Shakuhachi.


Dion Momongan (DM) : Sheila, sejak kapan sih kamu belajar musik? Lalu lanjut ke bass ya...
Sheila Permatasaka (SP) :  Belajar musik dari SMP secara otodidak, kemudian belajar bass yang formal di Farabi dengan guru mas Indro Harjodikoro dan mas Adi Dharmawan pas awal kuliah.
DM  :  Eh tapikenapa pilih bass sih?
SP  :  Kenapa pilih bass? Suka dengan groove dari bass yang mengiringi suatu lagu.
Menurutmu, apa yang seksi sih dari bass?
SP :  Yang seksi dari bass? Low voice nya!
DM  : Eh mungkin ada instrumen lain, yang disukai, selain bass? Yang mungkin bisa kamu mainin juga?
SP  : Instruments kedua yang disukai: drums.  Yang bisa dimainin: keyboard, gitar, drums...

DM  : Bandmu pertama apa, atau grup band pertama yang kamu ikut main?
SP  : Starlite, itu deh yang bisa di highlight ya. Karena itu memang grupku pertama banget, sjak 2004 gitu. Malah sempat kami merilis album, di 2014, judulnya  Our Journey.
DM  : Siapa bassis favoritmu, yang bisa dianggap yang memberi banyak inspirasilah ke kamu...
SP  :  Bassist favorit: Nathan East, itu yang luar. Kalau yang dalam negeri,  Bintang Indrianto dan Indro Harjodikoro, Aku punya album mereka dan menjadikan sebagai referensi dalam bermusikku. Yang paling kena sih waktu awal banget itu, album Jazzy Bass nya mas Bintang, itu album instrumental jazz dalam negeri pertama yang aku punya dan dengerin, dari situ sangat terinspirasi bgt.


Sheila dan Yessi Kristianto

Evelyn Hutagalung dan Nina Sari Ishak

Devian Zikri
Sheila mengenang juga, dia punya album Jazz Bass itu. Sayang dia lupa, belinya dimana. Pokoknya ada, lalu dia dengerin sekali. Eh ternyata menarik hatinya. Dia jadi sering-sering mendengarkannya.
Dari situ timbullah kekagumannya terhadap seorang Bintang Indrianto. Dia sempat mengikuti beberapa album Bintang lain, selain juga nonton pentasnya. Ah ya mas Bintang untuk ide dan mainnya itu, wah susah digambarin dengan kata-katalah.
Ia mengaku, sangat terinspirasi dengan permainan Bintang. Ide-idenya juga ia kagumi. Jadi sekali waktu ia pernah berkiriman pesan dengan Bintang, buat dia itu sesuatu banget. Ia merasa, waduh gimana senengnya, mas Bintang kok ya mau ngobrol sama aku walau hanya lewat hape ya...
Tapi sejatinya, ia juga respek, menghormati dan mengagumi bassis lain. Indro misalnya, karena memang gurunya, begitupun halnya dengan Adi Darmawan. Selain bassis-bassis lain.

Harley Korompis

Handy Salim

Devian Zikri

Yessi Kristianto

Yonathan Andi Gunawan
DM    Eh iya, by the way, pendidikan formalmu ada? Yang non musik gitu.
SP  :  Lulus sarjana dari Unika Atmaja tahun 2007. Jurusan yang diambil akutansi. Begitu lulus kuliah, ya main musik sepenuhnya. Hehehehe....
DM  : Kamu masih ingat, lagu apa yang bisa kamu mainin dengan benar dengan bassmu?
SP  :  Oh, ‘Still Friend of Mine’nya Incognito. Waktu itu diajarin Dipha Barus, yang sekarang malah ngetopnya sebagai DJ, hihihi. Kalau lagu Indonesia nya, dan ini aku belajar sendiri,ngulik-ngulik sendiri, ‘Kamu Harus Cepat Pulang’-ya Slank.
DM  : Menurutmu ya, apa sih kenikmatannya dalam bermusik? Apalagi bermusik secara profesional...
SP  : Nikmatnya adalah bekerja sesuai dengan passion dan itu menjadikan segala sesuatu terasa ringan. Saya bisa mencukupi kehidupan saya secara materi juga dari jalur musik, bahkan dulu waktu jaman kuliah sempat beberapa waktu terakhir saya bayar uang kuliah sendiri dari hasil “main musik” loh...


DM  : Kamu tiap hari dengerin musik? Ada waktu-waktu khusus tertentu?
SP  :  Setiap hari dengerin musik, itu pasti. Tapi ga ada waktu spesialnya, sembarangan aja. Tapi yang pasti ya selalu, setiap hari.
DM  : Lagi seneng dengerin lagu atau album apaan sekarang?
SP  :  Lagi senang lagu-lagu lama nih, nostalgia. The Best of Fourplay, aku masih mengagumi band ini sampai sekarang
DM  : Tiap hari kamu pegang bassmu, bercengkrama, ya latihan gitulah? Berapa jam sehari biasanya?
SP  :  Hahaha..., Gak sih tapi kalau pas latihan di rumah biasanya malam-malam banget, sekitar 1 jam.gitulah.

DM  : Gear yang kamu punyai dan mainin sekarang ini?
SP  : Fender Jazz Bass American Standard (4 strings), Fender Jazz Bass Anniversary Deluxe (5 strings). Aguilar Tone Hammer, Zoom Multieffect.  Kalau soal set up sih simple sesuai kebutuhan lagu dan karakter saya sebagai bassist , hehehe
DM  : Mengenai bassis idolamu, kamu suka ga nonton konser mereka? Apa yang lebih menarik perhatianmu dalam menonton konser idolamu?
SP  : Nathan East, Marcus Miller pernah nonton di Java Jazz, Christian McBride pernah nonton di North Sea Jazz. Kalau yang lokal pastinya banyak lihat mereka di jazz club.
Yang pasti lihat teknik mereka dan bagaimana mereka berkomunikasi dengan audience melalui instrument mereka..

DM  : Album terfavoritmu apaan sih, dan kenapa pilih album itu ?
SP  : Vanessa Carlton. Be Not Nobody. Hahaha inspirasi untuk salah satu judul lagu saya juga DM  : Ok, ini terakhir deh... Apa impian atau cita-cita terbesarmu sebagai pemain bass?
SP  :  Main bass di level international dan juga bisa menginspirasi lebih banyak musisi (terutama wanita) untuk tetap berkarya dengan jujur dan tulus


Cukup ga perkenalan dengan Sheila? Lalu penasaran pengen dengerin albumnya? Kalau penasaran, jangan langsung tidur. Bergeraklah. Semangatlah mencari. Begitu ketemu, beli saja. Sikaaaattt!

Musiknya memberi kegairahan. Iya gairah, bisa gairah berjalan, gairah berolahraga, apalagi gairah untuk bekerja lebih giat dan lebih keras. Memberi gairah juga ga, untuk berbuat dan berpikir lebih baik? Hahaha, kayaknya mending beli aja, dan silahkan nikmati aja...../*



No comments: