Selamat tinggal
kekasihku yang tersayang, sampai nanti kita kan berjumpa lagi, berat nian kini
harus kuucapkan, dihatimu ku kan tetap ingat selalu....
Saya
kepengen menulis sedikit tentang sosok seorang bernama Koesjono Koeswoyo, yang dikenal sebagai Yon Koeswoyo. Dimana Yon Koeswoyo, berikutnya saya menyebutnya
sebagai “Mas Yon” saja, saya kenal cukup baik lewat suaranya sejak saya kecil
dulu.
Mas
Yon Koeswoyo, telah pergi meninggalkan kita semua pada hari Jumat pagi, 5
Januari 2018. Sebuah “kehilangan” terbesar rasanya, bagi industri musik
Indonesia. Walau sejatinya, memang mas Yon dengan lagu, musik dan teristimewa
suaranya, tak akan pernah hilang.. Terlanjur hidup dan menghidupkan kita.....
Mana
mungkin hilang, warisan lagunya, dalam berbagai albumnya itu, mewarnai
kehidupan masyarakat seluruh Indonesia. Terhitung sejak era 1960-an sampai saat
ini. Terus menerus menemani, apalagi dengan lagu-lagu karya Koes Bersaudara dan Koes Plus yang dibawakan kembali, oleh
para penyanyi dan musisi atau grup band di era-era berikutnya. Bahkan sampai 2
atau 3 dekade kemudian.
Ada
catatan jumlah lagu yang telah dihasilkan atau ditulis oleh Koes Plus, dengan
sebelumnya Koes Bersaudara, yaitu 953 lagu. Jumlah tersebut detilnya adalah,
203 lagu dalam 17 album, dari Koes Bersaudara. Serta 750 lagu dalam 72 album
Koes Plus!
Pernah
terjadi ada 22 album dirilis pada 1974, termasuk di dalamnya album kompilasi, the best. Serta album instrumental,
dengan musiknya asli Koes Plus, tapi mengetengahkan permainan saxophone,
sebagai “penyanyi”nya. Yaitu saxophonist kawakan Albert Sumlang, yang saat itu
dikenal sebagai personil kelompok pop, The Mercy’s.
Lalu
berlanjut di 1975 ada 6 album,
diteruskan pada 1976 ada 10 album yang dihasilkan! Bagaimana mungkin tidak
disebut sebagai luar biasa! Bahkan memang bisa jadi, kalau catatan itu dapat
dirinci dan dilengkapi bukti-bukti konkrit, layak betul masuk di Guiness Book of World Record.
Kategorinya, ya apa lagi kalau bukan, grup band paling produktif di dunia!
Catatan
di atas itu saya baca dari wikipedia-nya Koes Plus. Silahkan dibaca saja dan
siap tercengang-cengang melihat “cerita” selengkapnya mereka. Eh sebenarnya
sih, rasa-rasanya belum lengkap betul. Tapi catatan-catatan yang ada, bolehlah
menjadi referensi. Referensi yang ya itu, bikin terkagum-kagum....
Mas
Yon, kelahiran Tuban pada 27 September 1943, bahkan hingga akhir hayatnya tetap
masih berupaya terus menyanyi. Menyanyi di panggung, dengan grup bandnya!
Kabarnya, di Januari ini saja ada kontrak manggung sebetulnya, yang harus
dijalaninya. Dan mas Yon tetap muncul dengan Koes Plus.
Betul-betul
seorang pejuang musik! Ya ada teman saya menganalogikan, mas Yon di Koes Plus
itu kayak John Lennon-nya The Beatles. Sudah masuk kategori “lanjut”, lebih
dari seorang legenda. Apa ya, dewa mungkin? Semacam itulah...
Saya
memang kenal Koes Plus, diawali Koes Bersaudara, sejak masa kecil. Saya rasa,
tak hanya saya saja dong yang begitu. Generasi kelahiran 1960-an, pastinya tak
mungkin tak mengenal mereka. Suka tidak suka, itu urusan kemudian.
Tapi
kalau saya, ya termasuk jadi fans berat. Gimana ga berat, banyak albumnya yang
saya beli. Lewat jalan, minta dibeliin sama orang tua saya tentunya. Sebagian
malah sampai merengek-rengek sedikit. Lha, kemarin baru dibeliin, ini minta
lagi, Koes Plus yang mana lagi sih?
Album-album
baik yang edisi pakai “Volume” misal Volume 2, Volume 3, Volume 7 , Volume 9
dan seterusnya. Seingat saya, sampai Volume 15 eh atau 14 ya? Ditambah album Pop Anak-Anak, Pop Natal ada, Christmas
Song ada, lalu Pop Melayu, ada Pop Dangdut. Sampai Pop Jawa, kemudian ada yang bertitel Hard Beat, Folk Song, in Concert sampai
album khusus berteks Inggris, Another
Song for You.
Ada
yang lucu,saya minta dibelikan album Pop Jawa. Orang tua saya heran, ga salah
minta album Koes Plus Pop Jawa? Kan kamu itu orang Menado, masak mau dengerin
lagu-lagu Jawa? Dalam hati saya, ah ini beda, ini Koes Plus! Emangnya ngerti? Ya ga laaaah....
foto-foto googling |
Kayaknya
tak usah heran kenapa saya sampai langsung suka Koes Plus. Sebenarnya, pertama
saya berkenalan dulu dengan Koes Bersaudara. Ayah sayalah yang sempat memiliki,
kalau tak salah, 2 atau 3 piringan hitamnya. Ya ayah saya itu pendengar musik
tulen, ia mengumpulkan sekitar 100-an piringan hitam, sebagian besar sih dari
grup dan penyanyi luar.
Karena
sering mendengar Koes Bersaudara diputar ayah, dulu bilang ia bukan kolektor
tetapi pendengar musik saja yang rajin membeli piringan hitam juga kaset dan catridge. Thanks to daddy, jadinya. Saya mulai menyukai Koes Plus, dengan
mendengar via radio, menonton penampilan mereka di TVRI.
Kemudian
mulai membeli kaset albumnya. Mulai dari volume keempat kayaknya sih, yang ada
lagu, ‘Bunga di Tepi Djalan’ lalu juga, ‘Why Do You Love Me’. Mereka itu
mainkan juga keroncong lewat, ‘Kr. Pertemuan.’ Album ini dirilis awal 1970-an.
Dari
situ, rajin membeli setiap album Koes Plus. Ga mau ada yang ketinggalanlah. Dan
yang membuat saya suka, vokal khas Yon Koeswoyo. Secara pengucapan, masih ada
suasana medoknya yang khas, dan itu lantas jadi identitas Koes Plus. Tapi
artikulasi jernih, pun ketika menyanyikan teks bahasa Inggris.
Masuk
di tahun-tahun berikutnya era 1970-an, seperti diketahui Koes Plus, mendapat
saingan dari kelompok-kelompok pop lain. Sebut saja ada The Mercy’s,
Favourite’s Group, Panbers sampai ada D’Llyod. Tetapi sejarah membuktikan, Koes
Plus tetaplah unggul di depan. Baik dari sisi produktifitas sampai pada
kesuksesan popularitas, dalam hal ini tentu saja terkait dengan angka penjualan
albumnya.
foto-foto : googling |
Di
tahun 1970-an tersebut, Koes Plus juga harus dicatat dengan keberanian mereka
membawakan karya sendiri. Di tahun itu, banyak grup-grup band lain bermunculan.
Termasuk yang nge-rock, sampai termasuk The Rollies atau God Bless misalnya.
Tetapi sebagian besar, kalau tidak disebut semuanya, masih lebih suka
membawakan karya lagu-lagu luar atau barat.
Pada
era tersebut kan, grup-grup band banyak bermain di pesta-pesta ulang tahun,
lalu juga klab malam sampai Taman Ria. Koes Plus lumayan sering mengisi acara
di Taman Ria, atau di gelanggang remaja
Dan satu ketika, saya sempat “bela-belain” nonton Koes Plus tampil di
Gelanggang Remaja Grogol, sekitar tahun 1974 atau 1975.
Setahun
berikut, sempat juga Koes Plus tampil di gedung Departemen Pertanian, yang
bertetangga dengan kompleks tempat saya tinggal waktu itu. Tentu saja ya nonton
lagi. Niat banget ya? Padahal, lucu juga kalau ingat, waktu itu saya masih
kecil, masih di sekolah dasar!
“Hubungan”
saya dengan Koes Plus “terputus”. Apa ya, lebih tepat disebut sebagai ya sudah
“berpaling ke lain band”, sejatinya sejak muncullah Badai Pasti Berlalu. Lomba
Cipta Lagu Remaja Prambors, terutama pada album Dasa Tembang Tercantik LCLR di
3 tahun pertama, 1977 sampai 1979. Belum lagi ada album Jurang Pemisah, selain
Sabda Alamnya Chrisye.
Sebelumnya,
mulai mendengarkan, asli sih sekilas saja, album Titik Api dan Philosophy
Gank-nya Harry Roesli. Tapi jujur nih, awalnya dulu, belum suka. Rada pusing. Lhaaa eyalaaaahhh, kan waktu itu masih
dipenuhi lagu dan musiknya Koes Plus. Termasuk mendengarkan juga album God
Bless pertama, kalau ini milik kakak saya.
Album
Koes Plus terakhir yang saya beli, bukan Koes Plus ding, itu album Koes Bersaudara. Yang album Kembali, keluaran 1977.
Dimana Koes Bersaudara melakukan reuni, Nomo, Tonny, Yok dan Yon.
foto-foto : googling |
Apalagi
setelah saya mulai teracuni eh terasuki lagu-lagu bersuasana jazz. Macam
misalnya Gino Vanelli atau Return to Forever, termasuk Chick Corea sampai apa
lagi Casiopea dan lainnya. Bahkan sampai Dave Brubeck dan Thelonious Monk, yang
lebih “serius”. Perhatian kuping, dan hati ini, memang asli bergeserlah.....
Koes
Plus sendiri, masih meneruskan produksi albumnya. Misalnya ada albumnya
‘Cubit-cubitan’, lagu mereka yang dangdut itu, dirilis 1978. Masih ada juga
album Berjumpa Lagi, dirilis 1979
atau kemudian ada Jeritan Hati,
dirilis 1980.
Kalau
begitu album Koes Plus, ya tetap versi kaset, yang terakhir saya beli itu
adalah Koes Plus in Concert, Hard Beat, Folk Song dan album Volume yang
terakhir, ke-14. Mereka tetap merilis album terus, bahkan hingga 2011! Masih
menyelip juga, karya-karya baru mereka, tapi ya popularitas mereka sudah
meredup.
Walau
sejatinya, yang menurun drastis itu sebatas penjualan album. Soal kesempatan
manggung, lain ceritanya. Mereka tetap rajin tampil di seluruh penjuru Nusantara.
Tentu dengan formasi “baru”. Hanya menyisakan seorang Yon Koeswoyo seorang.
Diawali
dengan tertiup kabar, mengenai keretakan hubungan internal mereka. Ada konflik,
yang menyebabkan akhirnya tinggallah Yon Koeswoyo seorang yang masih aktif
tampil dengan bendera Koes Plus. Yon, masih dengan Murry,walau Murry juga “in-out”, sehubungan dengan kondisi
kesehatannya.
Maka
Yon didukung berbagai nama musisi, bahkan hingga pernah lantas bermain dengan Jelly Tobing, Abadi Soesman segala. Lalu juga sempat diperkuat dengan musisi
kawakan lain, Nadjib Oesman. Sampai
pernah dengan Deddy Dorres. Pernah
juga putra almarhum Tonny Koeswoyo, Damon
Koeswoyo, ikut bermain bersama pamannya itu.
Yon
hingga akhir hayatnya memang menjadi seperti single-fughter. Koes Plus tetap saja ada, itu karena perjuangan
sekuat tenaga dari seorang Yon Koeswoyo. Seperti diketahui, Kasmuri atau Murry drummer, meninggal dunia pada 1 Februari 2014. Jauh sebelumnya,
Koestono Koeswoyo atau Tonny, meninggal dunia terlebih dahulu, karena sakit,
pada 27 Maret 1987.
Formasi
terakhir dari kelompok Koes Plus, Yon tetap gitaris dan vokalis, ditemani oleh Danang (lead guitaris), Seno (drummer) dan Sony (bassist). Formasi tersebut kabarnya sejak sekitar 2004,
hingga terakhir. Sampai tahun 2017, walau kondisi kesehatannya seringkali
terganggu, sampai pernah membutuhkan perawatan di rumah sakit, Yon tetap
berusaha memenuhi panggilan manggung dengan Koes Plusnya.
Saya
terakhir menikmati penampilan Yon bersama Koes Plus-nya di Istora Senayan, pada
sebuah acara panggung nostalgia, yang dibuat sebuah stasiun televisi swasta,
sekitar 2014. Waktu itu Yok Koeswoyo juga ikit tampil.
Sebelumnya,
2010, saya bertemu dengan Yon. Pada saat pentas drama musikal, DIANA. Dimana Diana tersebut, dihiasi
berbagai lagu dari Koes Bersaudara dan Koes Plus, digelar untuk memeriahkan
Hari Ulang Tahun Harian Kompas. Ide cerita dan skenario dibuat wartawan senior,
Bre Redana. Sutradara cerita oleh Garin Nugroho dan sutradara musiknya
adalah Yockie Suryoprayogo.
Pada
kesempatan ikut meng-handle pentas
kolosal Diana tersebutlah, saya juga jadi mengenal lebih banyak lagi lagu-lagu
Koes Plus dan, teristimewa, Koes Bersaudara. Seluruh lagu yang ditampilkan
memang semuanya karya keluarga Koeswoyo. Saya yakin, bukan hanya saya saja yang
lalu mengetahui lagu-lagu bagus karya mereka, gegara pergelaran tersebut.
Dari
DIANA itu pula,ada lagu Koes Bersaudara, ‘Selamat Tinggal Kekasih’ yang sangat
menyentuh. Dan saat musiknya lalu diolah kembali oleh tangan dingin Yockie
Suryoprayogo, lagu yang dinyanyikan Once Mekel pada acara tersebut, memang
sangat mencuri perhatian. Musik megah, dengan orkestrasinya, membuat lagu itu
menjadi lebih syahdu.
Buat
saya menjadikan penampilan lagu tersebut saat itu, menjadi salah satu masterpiece
karya aransemen dari seorang Yockie Suryoprayogo. Lagu itu sendiri ada di album
volume ketiga Koes Plus, ditulis bareng oleh Jon dan Yok Koeswoyo. Dan liriknya
simple dan pendek sebetulnya, tapi bermakna...
foto : istimewa |
Dan
pada Jumat lewat dinihari, 5 Januari Yon Koeswoyo akhirnya menghembuskan nafas
terakhirnya, di kediamannya yang terakhir di kawasan Ciputat, Tangerang.
Catatan ratusan karya lagunya, bersama Koes Bersaudara dan Koes Plus, adalah
warisan tiada ternilai bagi keluarga. Bagi para penggemarnya. Bahkan bagi
bangsa Indonesia kita ini.
Yon
menyusul pergi keabadiannya, kakaknya, Koestono Koeswoyo, atau dikenal sebagai
Tonny.. Kini dari “dinasti” pop terbesar dalam sejarah musik Indonesia itu,
Koeswoyo tersisa 3 orang. Kakak tersulung, Koesjono
Koeswoyo atau mas Jon. Lalu Koesnomo
Koeswoyo, mas Nomo. Serta, Koesrojo
Koeswoyo atau dikenal dengan nama Yok.
Dinasti
musik yang pada masa jayanya, dikenal juga dengan tempat kediaman mereka
bersama, Kompleks Koes Plus di kawasan Haji Nawi, Jakarta Selatan. Dan mereka
dicatat sebagai pelopor utama dari musik pop dan bahkan rock n roll di
Indonesia.
Musik
dan lagu mereka, memang sebagian langsung mengingatkan kita pada The Beatles.
Walau pada kenyataannya, kalau menghitung dari produktifitas karya lagu, Koes
Bersaudara dan Koes Plus itu jauh melampaui pencapaian kwartet kesohor dan
fenomenal dari Liverpool, Inggris itu.
Koeswoyo,
termasuk Koes Plus, mengharu biru atau mewarnai begitu indahnya budaya musik
pop Indonesia. Mempermanis masa lalu bagi begitu banyak orang. Bahkan
kenyataannya, menembus ruang dan waktu, tak “terganggu” sekat waktu. Musik
mereka hadir, terus menerus, dan senantiasa berpotensi “mengganggu” telinga dan
hati generas-generasi berikutnya.
Potensi
itu tetap seperti terpelihara dengan baik. Salah satu bukti konkritnya, kan
jelas Koes Plus tetap terus tampil di panggung. Dan senantiasa begitu banyak
yang menanti-nanti kesempatan menikmati langsung sajian musik mereka, dari
bermacam-macam tingkatan.Baik sosial dan usia.
Mas
Yon, selamat jalan menuju keabadianmu. Selamat menempuh perjalanan menuju
surganya, setelah mas Yon dengan suara, lagu dan musiknya, menghadirkan seolah surga
yang menyenangkan dan menentramkan begitu banyak penggemarnya sepanjang
hidupnya.
Sebagai
penutup, saya mengambil qoute indah
dari budayawan spiritual, Emha Ainun
Najib atau Cak Nun, yang diucapkan saat menghantar kepergian Yon Koeswoyo,
Sabtu Januari 2018 pagi di taman
pemakaman umum Tanah Kusir.
''Mereka tidak hanya menghibur
masyarakat. Mereka adalah orang yang sudah hidup di hati Anda semua. Mereka
yang menyanyikan isi hati Anda, bukan mengisi hatimu dengan nyanyian. Kita
semua yang hadir di sini, kita tidak bisa mengelak, mereka adalah pahlawan kita
sampai ke surga. Lagu-lagu mereka bukan karya, lagu-lagu mereka adalah hati
kita sendiri. Amiin.” /*
No comments:
Post a Comment