Jadi
beginilah cerita bermula, yang lantas akhirnya menjadi bahan tulisan saya ini. Agak
telat memang. Lumayan tertunda. Tapi kata orang bule kan, Better Late Than Never. Daripada ga sama sekali, masih mendingan
telat. Pikir-pikir, telatnyapun tak seberapa... Tapi tetap harus ada.
Atas
nama respek dan apresiasi sih. Respek, maka saya jadi tergerak pengen menulis
(lagi). Grup band ini sudah saya tulis dan muat di website saya ini secara
cukup lengkap, di tahun silam. Tapi kali ini pengen aja menulis mereka lagi.
Buat
saya, karena jelaslah ada sesuatu yang menarik yang perlu saya tulis. Sekali
lagi ya,berdasarkan respek dan apresiasi dan penghargaan. Lebih dari sekedar,
bahwa saya suka dengan musik mereka, dengan penampilan penuh semangat dan penuh
keceriaan mereka di atas panggung.
Ok then,
saya memulainya dengan membaca jadwal perjalanan mereka. Iya mereka hendak
melanjutkan pengembaraan mereka, menjelajahi manca negara. Kalau diingat, tahun
silam, mereka berhasil tampil hingga Inggris kan?
4
Mei mereka di Grapefruit, Tokyo. Lalu terbang menuju Hanoi untuk tampil di
Hanoi Rock City pada 6 Mei. Dari Hanoi, mampir di Palembang, untuk tampil di
sana pada 10 Mei. Lalu menyebrang ke Kuala Lumpur, tampil di Urbanscape pada 12
Mei.
Lalu,
sampai pada saat sahabat baik saya, adik saya yang sangat enerjik, Riva Pratama menghubungi saya. Anak-anak
nih pengen bisa main di Jakarta deh. Ada usul ga, venue yang pas, asal jangan di kafe ya.
Kenapa
tidak di kafe, karena mereka ada membawa “pernak pernik”, antara lain stage
decor dan lighting concept tertentu. Yang sulit untuk bisa diterapkan ataupun
ditampilkan bila show digelar di kafe atau clubs.
So,
saya langsung menunjuk tempatnya sahabat saya yang satunya lagi, Lemmy Ibrahim.
Lemmy punya “venue”, di kawasan gudang areal hanggar di Pancoran. Coba saja di
situ. Nanti dikontak dan di intro dulu deh ke Lemmy, abis itu elo bisa kontak
teman baik gw itu ya...
Dan
singkat cerita, seminggu kemudian saya tanya. Sebenarnya bermaksud memastikan,
bagaimana rencana mereka main di Jakarta itu. Karena saya memang pengen
menonton. Saya terlewat beberapa gig
mereka sebelumnya, di Jogjakarta dan di Bandung.
Eh
ternyata beres. Mereka siap tampil di LemmonID
studio, Lemmy Ibrahim yang menjadi pemilik telah bersedia bekerjasama dengan pihak
grup band itu. Lemmy, ketika saya hubungi lagi juga mengatakan, aman kok sip
nanti jadi Minggu malam.
Sebelum
show tersebut terjadi, saya kontak lagi Riva Pratama. Riva ini adalah sebagai
menejer, tapi buat saya mah lebih kelihatan sebagai “kakak-asuh” sekaligus juga
“kakak pembina”. Malah juga semacam motivator!
Stars and Rabbit
grup itu. Awalnya kan duo folk. Lebih
akustik. Terdiri dari Elda Yanuar,
vokal utama dengan berbagai instrumen macam percussion-toys
sampai pianika ya? Lalu gitarisnya, Adi
Widodo. Berdua saja sudah “kuat” sebetulnya. Eh iya gitu, saya melihatnya
mereka tuh bertiga.
Elda,
Adi dan ya...Riva! Hehehehe. Belakangan mereka juga lantas jalan dengan format
grup band, dan dengan menerima “suasana” lebih electric. Karena ada kibor dan bass. Dalam hal ini, terutama saat
tour show kemarin itu, mereka didukung Vicky
Unggul Bramantyo (kibor), Andi Irfanto (drums) dan Alam Segara (bass).
Mereka
memang players tetap yang senantiasa
mendukung setiap penampilan Stars and Rabbit format full band. Jadinya, membuat musik Elda dan Adi, terasa lebih ramai,
lebih warna-warni. Sementara di pandangan saya, membuat mereka juga lebih
bersemangat dan...tambah ceria gimana
gitucyu deh.
Apalagi
Elda. Ia yang mungil menjadi punya kemampuan ekstra berlipat ganda, dalam hal
menguasai panggung. Ya itu stagenya
doski lah. Tak bermaksud mengenyampingkan kehadiran Adi dan tiga musisi lain.
Karena kan, biar bagaimanapun Elda lebih impresif, ya karena ada 4 cowok
ganteng menemaninya. Setuju?
Oh ya, kemarin itu cowok ganteng "pengawal" Elda ada tambah satu orang lagi. Yaitu special guest star, kibordis muda, Kimo Rizky dari Kimokal. Memberi nuansa berbeda, agak deephouse? Ah ga, tapi ya beda aja suasana lebih electronic nya kan?
Oh ya, kemarin itu cowok ganteng "pengawal" Elda ada tambah satu orang lagi. Yaitu special guest star, kibordis muda, Kimo Rizky dari Kimokal. Memberi nuansa berbeda, agak deephouse? Ah ga, tapi ya beda aja suasana lebih electronic nya kan?
Ah
kalau ga setuju, belum Baby Eyes lah
artinya. Unik juga ya, pilihan kata “baby eyes” bagi para fans-fans loyal
mereka itu. Sebegitupun menurut Riva, setelah show kemarin, sebenarnya yang
datang kemarin di show mereka di Jakarta, belum semuanya die hard fans itu.
Tapi
dari sekitar mungkin 300-an penonton yang ada, saya keliling kan untuk
mencari-cari sudut pemotretan yang “baik dan benar”, saya mengakui mereka itu ya fans fanatiknya Stars
and Rabbit.
Soalnya,
nyaris di semua lagu yang dibawakan, bisa dibilang mayoritas penonton yang ada
kontan sing along. Suasana memang
menjelma menjadi kayak an intimate
concert gitu. Akrab, supel dan dekat.
Memang
tour mereka itu diberi nama Baby Eyes
Tour. Di dekat penghujung tahun kemarin, Baby Eyes Tour itu telah
menyinggahi beberapa tempat di Inggris dan Wales. Kali ini fokus mereka lebih
ke Asia dan Indonesia.
Nah
fokus tulisan saya lantas ke show mereka di Jakarta itu. Yang digelar pada
Minggu malam, 14 Mei 2017. Ini adalah kota terakhir untuk Baby Eyes Asia Tour
2017, begitu cerita Riva Pratama.
Konser
kecil tapi akrab, begitu setelah menyaksikan penuh konser tersebut. Akrab dan
membuai mata dan telinga. Teristimewa soal mata nih. Yaitu terkait dengan apa
yang disajikan di panggung. Backdrop muka dengan fokus pada 2 mata. Pada “alis”
bersatu menjalin tulisan baby eyes.
Adalah
LemmonID sendiri memang menjadi sebuah company
yang sedang grow-up. Sebagai sebuah
penyedia tata cahaya panggung. Mereka sejauh ini telah membantu beberapa
konser, dan juga “memperindah” tampilan program musik live di televisi.
Saya
tertarik melihat visualisasi tata cahaya dari konser akrab itu. Tak terlalu
penuh pernak-pernik. Tapi pas sebagai sebuah konser yang menyajikan tampilan
show yang segar. Segerin mata dan juga kupinglah.
Nah,
perhatikan saja image foto-foto yang saya upload sebagai ilustrasi tulisan saya
ini. Adapun konsep tampilannya adalah dari lighting
designer-nya mereka sendiri, Sugeng
Utomo. Sugeng berkerjasama dengan art director, Dennis Sutanto.
Menurut
informasi dari Riva, Dennis Sutanto itu berangkat dari merespon artwork tour yang dibikin oleh Spencer Jeremiah. Ini semua memang
dibikinkan konsep khusus bagi para die hard fans mereka itu, ya para baby eyes
itu.
Konsep
dari tim tampilan visualisasi panggung Stars and Rabbit itu, dibawalah ke pihak
LemmonID. Dan pihak LemmonID, menurut Lemmy Ibrahim lalu menugaskan Megi Saputra sebagai lighting designer,
yang bertugas mewujudkan konsep dari pihak Stars and Rabbit.
Jadi
yang perlu diketahui memang, konsep atas lighting system di dalam sebuah
pertunjukkan musik. Apa sebenarnya konsep dasar yang diinginkan. Kemudian akan
coba “diterjemahkan” oleh seorang lighting designer, yang datangnya dari pihak suppllier atau vendor lighting rental tersebut.
Seorang
lighting designer akan menentukan plotting
ataupun blocking dari lampu-lampu
untuk acara tersebut. Penempatan titik-titik lampu jelas penting, itulah
plotting. Jangan hanya melihat hasil akhir, ada lampu-lampu lalu menyala
warna-warni gitu.
Seorang
lighting designer memang akan bekerja dengan masukkan atau pandangan dari pihak
tertentu. Yang tentunya, memberikannya masukan atau keterangan bagaimana
baiknya dia menempatkan lampu-lampunya.
Apalagi
kalau diskusi bisa lebih detil, misal pada bentuk jenis-jenis lampu tertentu
yang sebaiknya dipakai. Tentunya akan memudahkan lighting designer dalam
menempatkan lampu-lampu yang dipersiapkannya. Setelah lampu-lampu terpasang, di
titik-titik yang diinginkan, maka dipersiapkanlah lighting-mixer untuk mengoperasikan lampu-lampu yang telah
terpasang itu.
Biasanya,
kemudian designer tata cahaya itu akan mengadjust
plotting lampu yang telah dilakukannya itu. Bisa saja ia sendiri yang bertindak
sebagai player atas permainan tata
cahaya, atau menyerahkannya kepada pihak “operator” yang lain.
Pada
konser Stars and Rabbit kemarin, Sugeng Utomo yang datang membawa konsep dasar
lighting itulah yang lalu mengoperasikan permainan tata cahayanya. Menurut
Riva, soal lighting yang ada jelas sangat memuaskan pihak Stars and Rabbit.
Karena
diskusi dengan pihak LemmonID tersebut, lantas seperti mengembangkan konsep
dasar dari pihak Stars and Rabbit. Hasil akhirnya, waduh memang lebih lagi dari
ekspektasi dasar konsep kita, terang Riva lagi.
Iya
konsep mereka kan bagus, lalu kami menjelaskan kami punya lampu-lampu ini nih.
Lalu tim LemmonID memberikan masukan, oh bagusnya jadi begini karena dengan
lampu-lampu yang kami punyai. Mereka setuju. Hasilnya ya begitu. Kalau pihak
mereka puas, alhamdulillah banget, jelas Lemmy Ibrahim.
Prinsipnya,
LemmonID berkeinginan memang memberikan wadah dan bisa mensupport kegiatan
konser musik, dari para musisi Indonesia. Mereka berniat totally support, dan menyediakan apapun yang mereka miliki, untuk
bisa dipergunakan. Begitulah menurut Lemmy Ibrahim, yang mantan drummer itu.
Melihat
hasil akhir kerjasama soal pencahayaan panggung acara Stars and Rabbit di
LemmonID kemarin itu, terlihat sebenarnya tak terlalu megah. Tapi yang jelas,
yang lantas ditangkap mata penonton, bagaimana pencahayaan yang ada memberi
kesan lebih kuat pada pementasan tersebut.
Nah
ini titik yang suka terlupa, atau dilupakan. Sejatinya, pencahayaan yang baik
itu, akan memberi efek psikologis bagi penonton. Akan ikut membantu musik yang
dibunyikan grup band atau penyanyi yang tampil, dalam “memainkan” juga emosi
penonton.
Tata
cahaya yang benar, jelas punya peranan penting dalam sebuah pementasan. Apapun
pementasannya, apalagi musik. Seperti dalam sebuah pentas drama, lighting
menentukan suasana sebuah adegan sampai dialog.
Kalau
dalam musik, hampir serupa sebenarnya. Setiap lagu-lagu yang dibawakan, akan
dapat “dibedakan” intensitas emosinya yang terkandung pada lagu-lagu tersebut,
lewat permainan tata cahaya.
Saya
pernah menulis mengenai hal ini kok sebelumnya. Dimana saya mengangkat persoalan
bahwa banyak pentas-pentas musik yang berskala menengah atau kecil, suka “mengabaikan”
peran tata cahaya.
Terutama
show-show di lingkungan kafe. Ada handicap
yang suka jadi masalah yaitu kecilnya ruangan, ketinggian atap yang terlalu
pendek. Selain....ya apalagi kalau bukan soal biaya. Biaya, kalaupun ada,
difokuskan pada bayar artis atau grup bandnya.
Ya
kalau soal rungan atau ketinggian atap, bisa saja disiasati dengan pemakaian
lampu-lampu jenis tertentu. Tapi memang jadi repot kalau sudah soal biaya kan?
Kan yang penting, the show must go on?
Lampu terbatas, ya cukup-cukupinlah, yang penting sound dan alat kan
Kemudian
biaya yang ada, ditujukan untuk pengadaan peralatan sound. Lantas soal tata
cahaya akhirnya terpaksa dikesampingkan, ga ada ya ga papa deh. Maksudnya ya
seadanya saja. Karena keterbatasan dana itulah.
Padahal,
sebagus apapun grup band atau penyanyi yang tampil, sebagai sebuah bentuk
konser utuh ya. Tentu saja akan diterima lebih baik, oleh kuping dan mata
penonton yang ada. Audience akan lebih
terpuaskan, bila saja pencahayaan juga diperhitungkan.
Grup
band atau artis penyanyi yang tampil pasti juga kemudian nantinya akan puas.
Setelah mereka melihat hasil foto-foto dan video, dari pentas mereka itu. So,
penting ga penting sih jadinya, soal lighting tersebut. Ya kan?
Kembali
pada soal konser akrabnya Stars and Rabbit, maka LemmonID menyiapkan beberapa
peralatan lampu untuk menyinari konser itu. Menurut Lemmy, mereka memasang
antara lain ROBE Pointe sebanyak 15
unit, SGM type Q7 sebanyak 7 unit.
Lalu juga SGM type P5RGBW, 7 unit.
Selain itu juga Lupolight 2000 yang
dipasang sebanyak 6 unit.
Mereka
juga memasang Parled 120 sebanyak 20
unit, WasherLED 4in1 sebanyak 6 unit.
Dan ditambah dengan Wallwasher
sebanyak 4 unit. Pemakaian listriknya sendiri,tak terlalu besar, dikarenakan
pemakaian lampu-lampu berjenis LED, yang memerlukan daya listrik relatif lebih
minimal.
Stage
mereka juga yang menyediakan selain venuenya. Venue itu sendiri, biasa dipakai
juga untuk kebutuhan syuting program televisi, maupun pengambilan gambar untuk
syuting video termasuk video klip.
Pada
akhirnya memang, seperti yang telah saya sebutkan di atas, hasil akhirnya
memang lighting yang efektif dan efisien. Namun dapat merealisasikan dari
keinginan pihak Stars and Rabbit, lewat konsep pencahayaan yang mereka buat.
Alhasil
memang menjadi konser dengan “pemandangan” panggung yang pas. Pas dalam hal
mengangkat emosi penonton, para fans fanatik Stars and Rabbit, dalam merespon
setiap lagu yang dibawakan.
Adalah
bagus, kalau bisa dibilang semua konser-konser yang berukuran besar, sudah ikut
mengutamakan konsep pencahayaan maksimal. Hal itu membuat profesi sebagai
Lighting Designer di sini, makin dihargai.
Dihargai
karena dipandang penting kehadirannya. Beberapa nama telah muncul sebagai
profesional designer tata cahaya yang bertarif lumayan tinggi. Designer tata
cahaya tersebut mampu bekerjasama apik dengan pihak art director, pada sebuah
acara konser musik.
Cuma
memang, masih banyak konser-konser musik berskala menengah atau kecil, belum
terlalu mempedulikan soal tata cahaya. Padahal, pada point penting di jaman
sekarang ya, dengan gadget makin canggih yang dimiliki para penonton konser.
Harus deh diperhitungkan, saat penonton memotret artis atau band pujaannya saat
beraksi on stage, kalau hasil foto menarik publik yang tidak datang menonton
langsung konser tersebut ya.
Nilai
positifnya kan, wah keren banget ya konser itu. Tata lampunya cihuy dan keren banget. Jadinya, bukan
soal venuenya dimana kan Ga harus “besar-besaran” sih. Terpenting konsepnya
saja.
Ditunggu
ya konser berikutnya Stars and Rabbit, yang selalu saja enerjik dan penuh
vitalitas, selain selalu akrab itu. Begitupun dengan LemmonID, ditunggu konser-konser
lain yang menjadi tambah indah dan segar tampilan panggungnya.
Sayangnya
ya, konser Stars and Rabbit kemarin adalah konser terakhir di venue merangkap
warehouse n storage LemmonID. Mereka tergusur, seperti juga semua bangunan yang ada di
dalam wilayah itu. Kabarnya, mereka saat ini tengah menyiapkan bangunan baru
lain, di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan. /*
No comments:
Post a Comment