Wednesday, December 14, 2016

A Deep Sleep by Montecristo. A Music for Sleep?


Sebuah penawaran untuk memuliakan kematian Adalah kematian, yang hendaknya dipersiapkan sebagai sebuah suasana tidur panjang nan nyenyak... Dimana ego akan mencair, dan eksistensi diserap oleh alam semesta...
Roh ini terbang berpindah, seperti saatnya ketika mimpi memasuki alam bawah sadar. Dan itulah kematian, sebagai sesuatu yang hendaknya tak ditakuti, namun dipersiapkan dengan kesiapan...untuk menihilkan segala apapun hal yang pernah dilalui, dialami dan dirasakan. Menjadi “sosok” yang baru? Dalam dunia yang baru?
Seperti kedatangan mimpi, sebagai tidur. Namun mimpi ini, mimpi yang tak akan berkesudahan. Tak lagi kembali ke kehidupan sediakala. Bangun tidur, menggeliat, ngulet, membuka mata, membuka selimut, berdiam sejenak melihat-lihat sudut kamar, melihat waktu, membuka jendela, masuk kamar mandi....dan seterusnya. Dan seterusnya. Tak lagi merasakan, sarapan pagi.
Dunia tak bertepi, tak terbatas. Memasuki pengembaraan kemudiaan. Yang kelak titik akhirnya, adalah menjadi milik prerogatif alam semesta raya. Sebuah misteri. Dan tetap menjadi misteri yang tersimpan rapat. Begitu rapatnya, sehingga menggoda begitu banyak ilmuwan, membedahnya, demi mengetahui apa itu Next Journey....

He asked me if I was afraid of dying. I said, yes I am. I wasn’t lying. But it maybe like a deep sleep state of mind. Egos are dissolvedand existence is absorbed by the universe. You won’t remember anthing but just like when you’ve a little child....


‘A Deep Sleep’ adalah penggambaran akan fase kematian, sebagai sebuah tidur panjang itu. Dengan dimulai oleh Celebration of Birth, pada 6 tahun yang lampau. Dan merekapun mengambil dua ujung perjalanan manusia itu, sebagai tajuk album mereka. Dimana seluruh lagu di dalam album tersebut berkisah tentang fase di antara kedua titik tersebut. Sebuah pross, yang terdiri dari pelbagai-bagai proses, yang sungguh tak sederhana.
Montecristo adalah Eric Martoyo, lead vocalist and lyricist. Kemudian ada “KeithRustam Effendi, guitarist. Ada juga, Fadhil Indra, pianist, keyboardist and vocals. Lalu, Haposan Pangaribuan, bassist. Selain itu, Alvin Anggakusuma, guitarist and backing vocalist. Serta masih ada, Keda Panjaitan, drummer.
So, A Deep Sleep juga adalah menjadi title dari album kedua mereka. Selang 6 tahun selepas mereka mulai muncul ke permukaan dengan debut albumnya tersebut. Bukan waktu pendek, 6 tahun jack! Kemane aje, bro?

Album mulai direkam sejak sekitar 2013. Dikerjakannya di beberapa studio di Jakarta. Proses produksi rekaman, biasanya dilakukan selepas matahari terbenam dan selesai jelang matahari hendak terbit. Agaknya mereka mempunyai kebiasaan, dini hari adalah waktu pas untuk kulminasi ide-ide kreatif. Begitulah cerita Eric Martoyo.
Jadi lihatlah, 3 tahun juga bikinnya. Waow... Sebuah kerja panjang. Untung tetap ada titik pencapaian yang “disepakati”. Ya, album selesai dan rilis. Apalagi yang menjadi titik paling masuk akal untuk dicapai. Tapi, aduh...3 tahun lhoooow!
Alhasil, 10 lagu yang akhirnya siap dihidangkan ke penikmat musik Indonesia. Mungkin juga, dunia. 10 komposisi dengan, ah sebut saja, berwajahkan atau apa ya berbentuk, progressive rock. Dream Theatre? Yes, Genesis atau Pink Floyd? Porcupine Tree atau Radiohead? Apapunlah. Ya sejenis itu, kira-kira...
Progressive rock kan, dulu lebih dikenal sebagai art rock. Montecristo menjadi grup yang tetap setia mengusung bendera ke-progrock-annya. Progrock, itu sebutan manisnya. Walau bunyi musiknya, biasanya rada susah dibilang...manis. This is not Pop! Mutlak! Tak ada ginca-gincu, bray...

Tapi ada lagu dengan pola penafsiran tertentu. Pola mendengar yang, agak berbeda. Apalagi pada pola memahami dan menikmatinya. Mana lagi, dengan lyrics yang mendalam dan bermuatan kisah-kisah tertentu... Saya suka menyebutnya, ini musiknya “dewa-dewa”. Dewi ada juga ga yang suka? Kok dewa-dewa saja?
Musisinya melihat musik secara agak berbeda. Tentunya, kemudian mengemasnya juga dengan cara yang “tak biasa”. Pendengarnya, oh lebih tepat disebut penikmatnya sih. Nah penikmatnya, “ga kalah dewa-nya dari para musisinya.” Sinis kok?
Ga ada niat sinis. Tapi seperti itulah yang sudah terjadi dalam beberapa dekade. Tak hanya di Indonesia. Dimana-mana. Bahwasanya musik ini, adalah semacam “jubah kebesaran” yang akan menegaskan dengan konkrit eksistensinya. Susah amat sih, menjelaskannya.
Yaaaa, karena tak biasa. Bukan pop, itu jelaslah. Bukan musik yang mudah, dan bisa diterima banyak orang? Harus duduk di tingkatan tertentukah? Bagaimana dengan intelegensia misalnya? Apalagi ya, pengalaman hidup? Gimana juga dengan pergaulan misalnya?
Semuanya harus “di atas rata-rata”? Ya, kalau sampai begitu sih, sudah terlampau jauhlah dalam mendeskripsikan scene progrock ini. Itu mah kelewat ekstrim penggambarannya.
Tapi musik apapun saat ini, memiliki penggemarnya masing-masing. Sementara itu, para penggemar musik, bisa mendengarkan macam-macam aliran musik. Cukup fair, bahwa semua musik punya “hak hidup” yang sama saat ini. Peluang untuk “mendapatkan respon positif” sama besarnya sih saat ini.


Yak seperti Montecristo ini. Tetap mempunyai ruang gerak, untuk bisa meneruskan perjalanan bermusik mereka. Dengan apa ya, pede, yakin, asyik-asyik ajalah...? Boleh kok.  Kan yang penting bermusik bagaimana, apa yang ingin disampaikan, apa sih yang mau disodorin ke publik? Nah kalau bicara soal, “laku apa tidak”nya, yaaaa serahkanlah ke semesta raya nan luas tiada bertepi....
Yang paling bikin saya takjub, Montecristo telah sangat pede betul asli, dalam melangkah dengan second albumnya tersebut. Mereka merayakannya dengan jamuan makan siang, di Hard Rock Cafe, Minggu kedua Desember silam. Berani?
Soal berani, ya masak ditanyakan lagi? Jamuan makan siang, mengundang puluhan teman-teman terdekat, kolega, keluarga. Dan tentunya puluhan wartawan dari media cetak, online dan televisi.
Acara besar perayaan pelepasan album dalam format begitu, biasanya dulu kerap dilakukan major label. Ataupun label-label yang terbilang besarlah. Tentunya, untuk produk rekaman pop. Untuk genre non-pop, apalagi prog-rock, sangat jarang terjadi.
Oh ya mereka juga menyelipkan seremoni kecil, memberikan "penghargaan" kepada tokoh musik progrock tanah air, almarhum Andy Julias. Penghargaan tersebut diserahkan kepada pihak keluarga, diwakili istri dan putrinya. Sebuah apresiasi dan respek atas sepak terjang dan ketokohan Andy Julias, yang ikut memajukan musik progrock tanah air. 
Andy Julias juga yang selama hidupnya, terus aktif memberi semangat dan mendorong mereka untuk tetap terus berkarya. Tentu saja, antara lain bagaimana mereka diberikan semangat untuk dapat menghasilkan album rekaman lagi.
Semoga saja keberanian mereka, akan mengundang hasil positif dalam penjualan albumnya tersebut kelak. Terpenting sih, musik yang mereka mainkan dalam albumnya itu, akan mampu menggaet atensi positif pasar musik. Menyebarluas dengan sebaik-baiknya dan....sebenar-benarnya!


Montecristo sendiri mengemas sepuluh karya lagu dan musik mereka, dalam album A Deep Sleep ini. Karya-karya mereka memang langsung terasa, “bukan karya lagu biasa-biasa saja”. Outside mainstream? One step ahead? Ah, apapunlah. Karena pada press-release yang dibagi-bagikan kepada wartawan, mereka malah memberi porsi lebih dominan pada cerita di setiap lagu yang ada.
Misal, ‘Alexander’. Diceritakan bahwa Montecristo melakukan upaya napak tilasmengikuti jejak dari, komandan perang paling disegani masa lalu, Alexander The Great. Yang melakukan perjalanan dari Kairoke Alexandria. Alexander langsung memimpin di depan!

Lagu ‘Mother Nature’, yang bercerita tentang Ketapang. Sebuah kota kecil di Kalimantan Barat. Yang mana, di saat ini industri kayu telah mengubah wajah kota teduh ini secara drastis! Menurut mereka, atas nama modernisasi dan globalisasi, ketamakan telah merobek-robek semuanya...
Lantas ada, ‘The Man in Wheelchair’. Mengenai Stephan Hawking, seorang ilmuwan selebriti dekade ini, yang disejajarkan dengan Albert Einstein itu. Tentu saja lantaran  Big Bang Theory, Blackhole dan Theory of Everything itu.

Ada lainnya, lagu ‘Simple Truth’. Yang ini, berkisah mengenai potret terkini bahwa di dunia yang kian materialistik ini, ungkapan cinta seringkali diukur dengan kemewahan material.  Sementara lagu ‘Ballerina’, menceritakan sesorang secara tak sengaja menyaksikan penampilan seorang ballerina. Yang ternyata memukau, tubuhnya seringan bulu namun sekuat baja, sekokoh karang tapi sehalus sutra.
Pada ‘A Blessing or a Curse?’, Montecristo menyodorkan soal kontemplasi tentang kehidupan. Proses seseorang dari lahir, kecilnya tanpa beban, tak menghakimi dan tak berprasangka. Seiring waktu, kian bertambah usia, menemukan pelbagai hal dalam hidupnya. Sampailah pada titik, apakah kehidupan ini sebuah berkah atau kutukan

Lagu berikut, ‘Point Zero’, yang terinspirasi novel Perempuan di Titik Nol karya dari Nawal El Saadawi yang terkenal itu. Kisah tentang seorang perempuan terpidana mati, yang menolak untuk hidup.
Ada pula kisah soal perpecahan band. Apa, perpecahan band? Ga salah? Judul lagunya, ‘Rendezvouz’. Biasanya saat band baru terbentuk, semua personil bisa menekan egonya bak pahlawan. Tetapi ketika kesuksesan datang, perbedaan demi perbedaan mencuat ke permukaan. Nah lho!
Dan lagu terakhir itu adalah, ‘Nanggroe’. Yak ini berkisah tentang Aceh. Khususnya untuk menghormati korban keganasan bencana dahsyat tsunami. Merekaingin, jangan meratapi bencana itu, tetapi Aceh harus tetap tegak berdiri dan hidup seribu tahun lagi.



Pada akhirnya, memang banyak hal agak-agak “di luar kebiasaan’”, yang terjadi dan telah diperlihatkan Montecristo. Menunjukkan mereka berbeda? Bisa jadi. Bukan band biasa? Terlalu arogan, pasti bukan itu yang mereka maksudkan.
Saya pikir, mereka memang memperlihatkan keseriusan mereka dalam bermusik. Mereka tahu apa yang akan mereka mainkan,apa yang akan mereka nyanyikan.Dan apa yang lantas diharapkan, akan memberi warna-warni berbeda bagi kehidupan masyarakat. Iya kan ya?
Memberi inspirasi positif, bagi kehidupan yang lebih baik dengan arah yang benar? Memberi semangat untuk menapaki kehidupan ini, apapun fenomena dan romantika yang telah dan akan terjadi? Dan, siap sedia untuk hidup kemudian?
Selamat mendengarkan. Eh iya, yang belum kenal mereka, ya berkenalanlah. Ingat saja nama mereka, Montecristo. Cari lagu mereka, dengarkan baik-baik. Semoga bermanfaat bagi kehidupan anda....
Tabik! /*










Thursday, December 8, 2016

The Making of... White Collar Rock, the Concert

Pertama-tama, trims berats guys, karena sudah mempercayakan acara konser ini untuk saya pimpin. Saya tangani. Sedari awal sudah saya nyatakan kesiapan saya. Dan janji nih, wuidiiiih udah kayak cagub aje, bahwa saya akan bekerja sebaik-baiknya. Untuk “melayani” dengan maksimal kedua band yang akan tampil nanti.
Nah kepercayaan kedua band, untuk mendaulat saya menjadi show director itu, saya pikirkan baik-baik terlebih dahulu. Kerja sebaik-baiknya, kudu ada perinciannya. Yoih, harus menyiapkan konsep tertentu, biar konser ini sedap, enak, nyaman dan ngenakkin semua yang ada. Ya penonton, itu terutama. Ya, yang punya tempat. Dan tentu dong, kedua band yang bakal tampil.

Ini konser kecil sebetulnya. Tapi ada tantangan serunya. Bagaimana mengemas penampilan kedua band rock, dengan karakter musiknya masing-masing, menjadi menyenangkan untuk ditontonnya. Dalam hal ini, saya lebih suka menyebutnya, harusnya bisa nikmat ditangkap mata dan asyik ditangkap telinga. So, penonton bakalan betah dah jadinya. Setuju ga?
Konsep itu masih ditambah, acara konser akan digelar dalam rangka hari ulang tahun venue, tempat konser akan dilangsungkan. Yes, Hard Rock Cafe, venue konser itu, pas betul bakal ngerayain tahun ke 3 mereka berdiri.

My personal homework itu gini, well kedua band saya tahu persis asyik banget.  Saya beruntung telah mengenal mereka lebih dalam. Kerapkali menyaksikan langsung penampilan mereka masing-masing, di berbagai gigs di macam-macam tempat. 2 kelompok musik rock ini terus terang saya suka! Kan katanya, kudu cinta dulu, harus suka dululah, biar enak jalaninnya.



Yang satu TKJ alias The KadriJimmo. Musiknya bertenaga. Bukan menjerit-jerit, tak terlampau memekakkan telinga. Tetapi keras, bersemangat, sesekali nyelip kayak unsur patriotiklah gitu. Marching? Ealaaaa. Bukan, anthemic maksudnya. Bergemuruh gitu, bunyi dan suasananya..
Sementara SOG alias State of Groove, musiknya rame dan seru. Rock dengan intensitas rocknya sedikit lebih keras dari TKJ. Tapi rocknya ngegoyang, sanggup bikin penonton tuh “gelisah” untuk hanya duduk atau berdiri diam-diam saja. Modern rock n roll, dengan sentuhan juga ada rada atau agak hip metal, walau tanpa ada rap. Groovin’rock!
Analogi yang saya pilih tuh gini, yang satu itu para profesional. Kantoran, berdasi dong. Klimis, wangi maskulinlah. Metroseksual? Ga tau deh, iya kali ya. Baju licin, berblazerlah, sukanya dengan dasi warna terang, celana bahan tebal dan eits sepatu model boots, coy.
Nah yang satunya itu gambarannya adalah, baju licin, berdasi bercorak seru, juga warna-warni terang. Tapi lebih suka pakai jeans. Sepatunya eh sama, lebih doyan rada boots juga. Kesannya lebih cenderung ke art. Sementara yang satunya, yang di atas itu, lebih ke bidang kayak banks atau apa sih, properties. Hehehe, itu sih analogi saya tentang TKJ dan SOG itu. Ga ada yang suka model army looks ya?



So, itulah dasar pemikirannya. Gimana mereka, dengan karakter gaya khasnya masing-masing serta musiknya sendiri-sendiri itu, dihidangkan dengan “sempurna” ke penonton mereka nanti. Yang jelasnya adalah, pasti deh, penontonnya tuh heterogen. Belum tentu mereka suka-suka amat sama rock! Dan, oho lebih serunya tuh, belum tentu banyak dari antara penonton itu tahu bener apa dan siapa TKJ dan SOG! Hahaha. Pe-er bener!
Sorry guys, so far, nangkep kan isi tulisan saya ini? Paham ga, apa yang telah saya tuliskan di atas itu? Hehehehe, janganlah nyengir. Sudah hisap rokokmu, kalau merokok. Sruput lagi kopinyalah. Kalau nikmatilah lagi, teguk lagi aja, bir mu? Cukup bir saja?

Yoih, ini cerita saya sih. Bukan semata-mata soal review konser saja. Memang lebih sebagai mengungkapkan cerita “di balik panggung” gitu deh. Dari acara yang bertajuk cukup menggelitik itu, White Collar Rock! Oh ya, title itu didapat dari hasil diskusi santai, ngemeng-ngemeng ngalor ngidul saya sama Kadri, itu juga via whats-app kok. Rock yang lebih modern, masa kini, asyik tapi rada mature sih. Eh Kadri nyebut White Collar Rock itu, saya langsung setuju. Naaaaah, pas banget tuh, bro! Bungkus dah.
Kadri memang yang punya inisiatif awalnya. Kepengen ia bisa manggungin grupnya itu TKJ. Tapi di konser, yang lebih kecil tapi tetap seru sekaligus lebih intim. Kitapun lalu diskusi, kayak apa bagusnya. Konser berdua aja, kayaknya seru. Dua band saja cukup. Nah Kadri langsung menyebut juga, TKJ sama SOG nya Emil dan Ariyo itu ya?

Wah, boljug bro. Keren juga tuh. Hayooolah. Langsung kontak Emil. Dan bak gayung bersambutlah. Emil lalu juga Ariyo, menyambut hangat tawaran tersebut. Konser bareng TKJ dan SOG, kenapa tidak  Let’s go, brothers. Begitulah kira-kira respon sangat positif dari kubu SOG.
Jawaban mereka kan aslik, berasa groove nya kan? Pas lah dengan nama mereka, State of Groove. Hehehehe. Ya sepakat. Cari tempat. Iseng kontak kiri kanan. Eh ketemu Hard Rock Cafe. Kebetulan Hard Rock Cafe juga tengah merancang konser perayaan hari ulang tahun ke-3 nya. Mereka berencana bikin pas program rutin mereka saban Senin malam itu, I Like Monday.

Hard Rock Cafe pun lantas tertarik untuk mengundang TKJ dan SOG memeriahkan HUT ke 3 mereka tersebut. So begitu deh, singkat cerita, sampailah di Senin 5 Desember. Kejadian deh acara itu tuh. Proses persiapan, termasuk nega-negonya, relatif pendek. Sekitar 2 bulanan lah.
Bersyukurlah, kemudian ada Donny Hardono, dengan DSS Sound nya yang bersedia mendukung. Mereka akan menyiapkan peralatan tata suaranya, lengkap dengan backlines, berupa band equipment serta amplifiers yang diperlukan.
Dan ah lantas ada sahabat lama saya, Lemmy Ibrahim yang kini juragan tata cahaya, LemmonID.. Eh Lemmy juga bersedia lho ikutan mendukung acara tersebut. Wah, bakalan pas betul nanti, sound enak dan lighting seru! Klop! Bungkussss buruan....

Dan akhirnya, syukurlah, semua bisa berlangsung dengan lumayan baik dan lancar. Mulai dari tahapan loading, persis mulai jam 00.00 di 5 Desember itu. Pasang panggung tambahan, loading dan langsung plotting lampu. Saya temenin, saya ikutan deh atur titik plotting, setelah diskusi dulu apa yang saya pengen dari lighting itu. Kemudian disusul masuknya sound system.
Bikin saya tekor bener jam tidurnya. Tapi ah sudahlah, seru dan menyenangkanlah. Yang penting hasil bisa maksimal kan? Jam tidur gimana ga tekor, lha jam 07.30 pagi sudah harus sound check! Hahahaha.... Jadinya, tidur di Hard Rock Cafe dong? Ada kali, mata terpejam barang 15 menitan saja. Nayamul, bray...

Then, ok the show about to begin. Pas lewat jam 19.00, semua bisa dibilang sudah ready on position. TKJ masih sibuk menikmati makan dan diskusi di pojok kanan teras Hard Rock Cafe, di areal dekat lobby selatan mall megah, Pasific Place itu.
Sementara itu, SOG sendiri sudah berkumpul, tapi di sisi sebelah kiri. Persis banget dekat dengan merchandise-shop nya Hard Rock Cafe. Satu persatu mereka sudah berdatangan. Ikut berkumpul, beberapa sahabat baik. Merekapun ngeriung deh...
Saya tuh diorder tegas dan yakin, oleh Kadri. Mulainya pas 19.45 lah, jangan kemaleman. Nanti penonton kan besoknya pada mau kerja, bisa-bisa show belum selesai udah pada pulang lagi. Saya senyum saja, ok commander! Ga perlu nunggu-ngungguin siapapun ya, kita mulai pas 19.45 kan? TKJ please be ready.
TKJ sih sudah ready, semua all set and clear. Tapi toh akhirnya, yaaaa salam deh. Mulainya juga sedikit lewat 20.00 wib. Telatlah. Kadri masih sibuk wara-wiri menemui penonton-penonton yang adalah teman-teman dan koleganya. Memang TKJ itu diplot untuk tampil sebagai pembuka.




Mendekati 20.00 wib, saya sudah meminta Indrawan Ibonk untuk memulai acara. Ibonk ini tugas rangkap. Mercenaries, emang kudu siap cem-macem penugasanlah. Ia jadi assisten show director, yang sekaligus assisten stage manager gitu. Dan ya jadi MC, tapi voice-over.
Eh asal tahu saja, show beginian, ah cuman dua band ini, yang jadi seksi repot untuk acara dan stage, ya hanya saya dan Ibonk! Keren kan ya? Hahahaha. Berdua doang. Kalau di tim pelaksana itu, ada dukungan juga dari Tyas Yahya, yang bertanggung jawab untuk tiket dan undangan. Tyas dibantu pula oleh Harjuni Rochayati. Udah segitu aja yang kerja mendukung acara ini.
Oh ya, ada juga bantuan Lesa, biasa juga dipanggil Pao. Cewek manis ini sebetulnya tim produksi SOG. Dia dimintain bantuan untuk menolong sisi multi media. Itu hanya jalani saja video, itu hanya 1 dari TKJ. Pas di depan, pembuka showtime mereka. Toh memang Lesa akan bertugas juga untuk SOG, yang menyiapkan 3 video, yang akan mengiringi penampilan merek nanti.



Dan begitulah, pesta rock itupun dimulai! TKJ itu adalah ya Kadri Mohamad dan Jimmoputra-petir” sebagai vokalis. Sebagai gitaris adalah Noldy Benyamin Pamungkas. Untuk bassnya, Soebroto Harry Prasetyo. Eh Broto juga ulang tahun lho kemarin itu, di hari yang sama! Dan pada drums ada, Hayunaji. Satu member lain TKJ, pada keyboard adalah Popo Fauza.
Merekamembuka penampilan,lansung menggebrak dengan, ‘Energy Cinta’. Dilanjutkan dengan, ‘Manies’, ya dengan lirik yang manis-manis menggelitik gimanalah gitu. Kemudian lagu lainnya, tetap karya mereka sendiri, ‘Lelaki’. Judul sebenarnya,kabarnya sih adalah, ‘Lelaki Amanah’.
Pada nomer selanjutnya, mereka memanggil naik bintang tamu. Ada Mian Tiara, vokalis. Lalu Windy Setiadi, akordion. Serta Chiko, yang memainkan gitar akustik. Lagunya, ‘Bertiga’.Tapi di sisi depan kan mereka berlima tuh? Yoih, emangnya kalau lagu judul Bertiga, jadi yang main di depan hanya bertigaan aja?


Bertiga itu selesai, lalu dibawakanlah lagu mereka yang lain, yang masuk di album kompilasi Indonesia Maharddhika, ‘Srikandi’. Masih tetap didukung Mian Tiara dan Windy. Sementara Chiko kemana? Mungkin ke kamar mandi saja....
‘Tak Terkalahkan’ adalah lagu yang mereka bawakan kemudian. Disusul dengan, ‘Istriku’, lagu yang juga liriknya menggelitik dan unik. Lagunya menyentuh kaum perempuan nih, kata saya. Iya dong, jawab Kadri. Kan judul dan temanya bukan....’Istrinya’. Istri orang lain maksudnya. Jiaaaaaah!
Usai Istriku yang “mengharukan”, ada Bonita, guest star lainnya. Bonita dapat tugas maha berat, begitu akunya. Membawakan lagu fenomenal, ‘Badai Pasti Berlalu’. Wah, lagunya aduuuuuh.... Seru Bonita! Doain aku lancar ya....
Bonita relatif lancar dan okeh menjalankan tugas menyanyikan lagu karya Erros Djarot dan Yockie Suryoprayogo, yang dipopulerkan Berlian Hutauruk itu. Usai Bonita, ganti Andy /rif naik panggung. Lagunya, ‘Laron Laron’, yang hits 1980-an milik Makara. Makara kan ya grupnya Kadri dulu.





Dan sebagai lagu pamungkas, TKJ membawakan, ‘Tanah Sang Pemberani’. Ini juga karya sendiri, dan Andy /rif tetap juga ikutan menyanyi. Lagunya rame dan penuh vitalitas, penambah darah dan tenaga. Multi vitamin dong?
Selesai deh TKJ menjalankan kewajibannya beraksi. Panggung buru-buru disiapin untuk penampilan SOG! Antara lain, peralatan keyboard harus silam. Kan SOG ga pakek pemain keyboard. Selain juga me reset perangkat drums, setingan Iyoen dan Tomo, sedikit berbeda. Mereka memulainya dengan memasang dulu video profilenya, setelah Ibonk memanggil nama mereka.


Oh ya, SOG adalah, Ariyo Wahab sebagai vokal utama, itu pasti! Lalu tentunya, Emil sebagai gitaris. Kemudian ada Djoko Sirat, bassis. Sebagai drummer, ArastioTomoGutomo. Dan eh, Chiko guitarkid juga, sebagai gitaris. Seperti juga TKJ, SOG didukung pula oleh vokal latar.
Kalau TKJ mengundang 2 cewek manis, Devi Permatasari dan Dewi Faradilla. Maka SOG mengajak Mila Wardhani, yang istri dari Ariyo Wahab. Serta ada juga Kelana Proehoeman, yang lucunya Kelana ini juga sound engineer rekaman album SOG. Kelana juga dikenal sebagai gitaris lho!
Dan SOG juga tak kalah menggebrak, mereka langsung menghidangkan ‘Tahan Diri’, karya mereka. Disusul berikutnya, ‘Bayang Bayangmu’. Mereka kemudian menyajikan ‘Maafkan’, ini salah satu hits dari album pertama mereka yang dirilis akhir 1990-an..


Setelah itu, lagu mereka sendiri yang lain, ‘Inilah Aku’. Selepas itu, mereka menghadirkan dua cover songs yaitu, ‘Blood Sugar Sex Magick dan ‘Suck My Kiss’, itu keduanya dari Red Hot Chilli Peppers. Suasana jadi hangat deh! Iya musik mereka kan memang relatif keras, tapi masih relatif menyamankan hati, telinga sampai rongga terdalam... Hahaha. Sedap punyalah!
Mereka punya cara seru dan keren deh, untuk memperkenalkan para musisinya. Jadi "introduction" yang panjang, terdiri dari potongan beberapa lagu, disesuaikan dengan mungkin keinginan tiap personilnya.  Misalnya, Djoko bass, malah memainkan rhythm bass chop, diikuti musik dari 'Lesson in Love' nya Level 42. Ariyo Wahab dengan Rolling Stones. Kayak gitulah. Gimmick-nya pinter!
Berikutnya, mereka membawakan, lagu terbaru mereka, bakal jadi materi andalan album terbaru mereka, ‘Oh Yeah’. Dan lantas ditutup oleh lagu, ‘Disko’. Yang mengajak penonton bergoyang disko deeeeeh.... Pada goyang ga? Mungkin ada, tapi mungkin banyak juga yang hanya goyang-goyang dikit, kekenyangan kayaknya.



Karakter musik rock berdua, memang sih beda. Rada unik juga mempertemukan TKJ dan SOG untuk sepanggung nih. Ya sama, ya musik rocknya saja. Etapi gini,mereka berdua sama. Ada kesaman lainnya, ga hanya soal rock nya.
Keduanya itu, sudah sampai pada taraf merampungkan album rekaman terbaru mereka. Sebenarnya bisa dibilang sudah 95-an% siap untuk dirilis sih. Kenapa ga sekalian launching album? Keduanya punya alasan masing-masing, untuk tidak menjadikan kesempatan manggung di White Collar Rock, untuk menjadi arena launching album masing-masing.
Belum siap sepenuhnya, itu kata Ariyo yang diiyakan Emil.   hal, yang harus disiapkan dulu agar segala sesuatunya maksimalnanti pada peredarannya. SOG sendiri, menurut Ariyo dan Emil, memang udah kepengen banget segera bisa merilis album mereka.



Ya maklumlah, mereka itu barusan saja melakukan reuni lagi. Bayangin, dulu itu mereka hanya sempat merilis satu album, yang di tahun 1999 itu. Yang kemudian, beberapa tahun kemudian, sayang di sayang, mereka terpaksa harus berhenti berjalan bareng. Gegara kesibukan masing-masing personilnya.
Padahal saat itu, musik mereka dianggap potensial, dan “berbahaya” bagi scene rock di Indonesia. Rock mereka berbeda. Karena ada suasana, “mengajak bergoyang”nya. Apalagi dulu itu, mereka senantiasa tampil dengan kostum atau dandanan khas. Soal kostum, mereka perhatiin betul di saat dulu itu.
Lalu TKJ, kenapa? Menurut Kadri dan Jimmo juga mengiyakan, proses rekaman harus betul-betul yakin sudah final. Sebenarnya harusnya sudah selesai, mereka menargetkan bahwa di penghujung 2016, proses rekaman harus selesai. Malah album harusnya sudah bisa dirilis.
Tapi karena satu dan lain hal, ah bahasanya resmi betul. Yaaa, proses produksi album TKJ ternyata belum rampung jua. Mau tak mau, mereka harus rela melepaskan kesempatan bagus untuk launching sekalian saat konser kemarin itu. Mudah-mudahan saja, di Desember sampai Januari nanti deh, proses keseluruhan sudah selesai. Sehingga album ketiga mereka, siap untuk disebarluaskan ke pasar musik.
Album tersebut nantinya adalah berbentuk full length album. Dimana mereka sesungguhnya, sudah mengawalinya dengan EP atau mini alBum sebagai awal, dirilis pada Oktober 2015 silam. Harusnya sih, maksudnya idealnya, tak lebih dari 6 bulan kemudian full albumnya sudah bisa dirilis....


Itu saja kesamaan mereka ya? Eits, tunggu dulu kawans semua. Jangan buru-buru ambil kesimpulan. Karena coba telisik dari para members kedua band ini. Gitaris mereka itu, Noldy dan Chiko, bisa dibilang sih, “stali tiga uang” atawa “sebelas-dua belas” deh. Kesibukannya, dengan berbagai bentuk proyek musik lainnya, astaga! Bisa-bisa 7 hai dalam seminggu itu, masih kurang.... Seminggu, harusnya berapa hari dong?
Kalau menurut saya, sisi lain yang hampir mirip dari mereka berdua adalah pada kemampuan musikalitas personilnya. Bisa dibilang, seluruh personil dari masing-masing grup rock itu, berjam terbang ekstra tinggi. Mereka musisi yang kemana-mana, main di banyak proyek, rekaman, show. Grup mereka itu, memang bukan hanya TKJ dan SOG doang lhoooo.
Alhasil, aha mereka berdua tuh, bukanlah grup rock biasa-biasa saja. Tinggal gimana mereka muncul kepermukaan, dan dikenal lebih luas lagi. Dikenal luas dululah, kalau soal hits mah itu biarlah menjadi bonus yang nikmat! Yang pasti sih, potensinya gede.
Apalagi, catatan kembali, ini diulangin ya, musik mereka "lain daripada yang lain". Susah dicari pembandingnya saat ini. Rock nge-groove, tapi teteup ada rasa rokenroll yang asyiknya SOG itu, jarang ada kan? Sementara TKJ dengan apa sih sebutannya? Power-pop, atau power-prog-pop. Hihihihi, bisa jadi istilah baru, progwerp. Prog power pop! 
Kalau udah menyentuh prog atawa progressive kan biasanya ya lagunya panjang-panang denganmuatan lirik yang dalem banget. Kalau TKJ memilih menyajikan yang lebih poppish,liriknya aja umum dan pop banget. Tapi memang maunyebut pop ya susah, musiknya bertenaga dan ..."ga gampang" juga. 

Nah jadinya, konser kemarin memang bisa menjadi jembatan, untuk mereka berdua masing-masing melangkah lebih jauh. Merilis albumnya, lebih memperkenalkan lagi grupnya dan musiknya, ke khalayak lebih luas.
Manggungin mereka biar hacepppp dan penonton betah-tah, itu pe-er saya dah. Tapi perkara, jualan musik mereka kemudian, jelas itu pe-er mereka masing-masing. Ya para personilnya tentu saja, dengan idealnya didukung menejemen yang pas untuk bisa memberi support optimal, bagi kesuksesan perjalanan lanjutan mereka.
Buat saya, baik TKJ dan SOG layak kok ditampilkan dengan "packaging" konser yang ideal. Tata suara bagus punya dan tata cahaya jugaada konsepnya, bukan sekedar tambah-tambahin lampu semata.. Yang nonton kemarin, mudah-mudahan pada setuju ya.
Ngomong-ngomong nih, apa mungkin konser bareng lagi  Well guys, up to you. Both, tentu saja. Semisal, boleh dipikirkan launching bareng, biar ada news yang bisa diblow-up kali ya? Ah, kita serahkanlah ke semesta nan begitu lapang dan luassssnya.
Sekian dan terima jadi, kawans. Maaf, ini jadi tulisan yang melebar dan lebih lebar deh. Maunya, kayak bikin film. Kan ada tuh, film lainnya, The Making of.  Hahahaha...kapan SOG dan TKJ bikin film? 
Akhirul kata, mohon maaf kalau saja ada kekurangan-kekurangan di sana-sini pada acara kemarin itu. Lain waktu kita bertemu kembali. Salaaaaam! */