Lulus dari Sekolah Menengah Tingkat Atas, SMA Sunda
Kelapa di Jakarta Pusat, lalu langsung terbuka jalan menjadi wartawan. Saat itu
menjelang pertengahan 1980-an. Saat masuk menjadi reporter musik, khususnya
jazz, di majalah musik dan film Vista
adalah menjadi langkah pembuka. Sedari awal, ya sudah jadi terbiasa, menulis
sambil memotret.
Pada 1987, setelah Vista berubah kepemilikan, lalu
berubah konsepnya, maka lanjut jadi freelancer.
Tetap menulis, sekaligus memotret soal musik saja. Sebelumnya, memulai pengalaman
juga di bidang showbiz. Sekaligus show production. Di 1986, dengan ikut
menangani Stars Show Band, band total disco pertama di Indonesia. Bersama Ataka
Enterprise. Selain itu juga acara Pesta Perak 25tahun, PT.Pembangunan Jaya,
yang digelar di kawasan perumahan Bintaro Jaya. Yang adalah acara panggung
musik, bazaar, aneka lomba dan pameran.
Belajar sesaat soal sinematografi, sampai 1989.
Fokusnya sih tetap di fotografi sebetulnya. Lalu akhir 1989, gabung dalam
majalah wanita Pertiwi. Menjadi
fotografer, yang belakangan menulis (lagi) khususnya tentang musik dan budaya. Pertiwi,
berhenti di tahun 1992. Terus menulis, kembali menjadi freelancer. Di majalah
wanita dinamis, Pertiwi, banyak memotret untuk mode/fashion, art-potraiture
lalu food dan interior-eksterior.
Tapi karir fotografi juga kian berkembang. Terus
berlanjut. Antara lain memotret untuk iklan, untuk berbagai produk dari bank,
restoran, maskapai penerbangan nasional dan consumer-goods
termasuk department stores. Selain
itu, memotret pula untuk kebutuhan cover kaset. Dan pariwisata, untuk sebuah
travel agent internasional yang berkantor pusat di Paris.
Pergaulan di musik terus dijalani, bahkan terus
berkembang. Tak hanya di kalangan jazz, tapi juga rock dan musik lainnya.
Menulis, mengamati dan mengkritisi musik tetap terus dijalani. Jadinya memang,
baik menulis (untuk media) dan memotret, dijalankan secara paralel. Saling
mendukung. Sementara pengalaman di bidang show production atau event organizer,
sesekali terus juga berjalan. Antara lain, termasuk sesekali mendapat
kesempatan “magang” di event-event besar musik.
Jelang tahun 2000, masuk menjadi fotografer di
majalah musik NewsMusik. Di majalah
itu, hingga “berakhir” di 2003, menjadi Redaktur Foto dan sekaligus Redaktur
Senior. Setelah NewsMusik, lalu membangun label indie, indiejazzINDONESIA. Sebagai label rekaman. Antara lain ikut
memproduksi dan menyebarluaskan album rekaman seperti Rhyo-J, Talking to You –
Soegeng Sarjadi, album jazzy Ramadhan – Sound of Belief. Termasuk Yaiyo –
Sujiwo Tedjo, dan lain-lainnya.
Pada dekade 2000-an juga menulis untuk press release berbagai album rekaman,
selain menjadi moderator pada banyak launching
album rekaman. Tetap juga sesekali memotret untuk cover kaset (waktu itu juga
sudah ada format CD).
Sementara pengalaman di bidang show production atau
event organizer, termasuk di dalamnya adalah stage atau show management,
diteruskan dengan berbagai event musik. Macam-macam musik, terutama rock dan
jazz. Lebih sering dengan Republic of
Entertainment, Bandung. Antara lain pada event seperti Talking Jazz,
Bandung – World Music, Art and Dance (B – MAD), dan banyak lainnya.
Ikut mendukung acara charity yang relatif besar, sebagai show director, seperti
Jazz for Aceh, Jazz for West Java, Jazz for Jogja and Solo. Membantu Dwiki
Dharmawan, sebagai penggagas acara-acara amal tersebut dan sekaligus menjadi
motor utamanya.
Selain acara amal lain di Hard Rock Cafe, Loves
& Cares for Aceh. Menggelar pula pentas jazz seperti To Love Jazz : Art of
Duo Bubi Chen – Indra Lesmana, Fusion Trio Explosion. Sebelumnya juga acara
bulanan, Jazz in Sunday, dengan Five-Production.
Di awal 2000-an itu, menjalankan konsep program rutin mingguan, Jazz..Jazz..Jazz di
TamanKafe Bintaro Jaya. Termasuk sebuah acara format festival sehari, dengan
puluhan performers, Rame Rame Maen
Jazz serta sebuah mini festival, Jazz in Millenium Festival.
Termasuk kemudian mendukung BL Produktama untuk menjadi salah satu koordinator program hiburan
(panggung), pada acara hiburan musik sebulan penuh di Pekan Raya Jakarta /
Jakarta Fair, pada 2002 dan 2003.
Kemudian di awal 2005 mendukung Rizaldi Siagian bersama almh. Eni Erliani, alm. Wawan Djuanda dengan Harian Kompas
untuk acara kolosal Megalitikum-Kuantum, yang konser besarnya digelar di
Plenary Hall-JCC, Jakarta dan areal panggung terbuka Lotus Pond, Garuda Wisnu
Kencana, Bali.
Di 2007 dan 2008 ikut mendukung dan menjadi
supervisi acara Malacca Strait Jazz
Festival di Pekanbaru, Riau dengan Riau
Jazz Turbulence. Lalu di 2009, bersama C
– Pro Jakarta menggelar festival jazz tahunan, Solo City Jazz, yang terus berlangsung sampai sekarang.
Di 2010 bersama Waspada eMusic dan Harian
Waspada, menyelenggarakan program jazz festival tahunan, North Sumatra Jazz Festival di Medan.
Terus berlangsung sampai sekarang. Selain itu, menjadi supervisi atau advisor
pada beberapa konser jazz, selain festival jazz lain di beberapa kota.
Di 2010 sampai 2012, bersama Donny Hardono dan DSS,
menyelenggarakan program rutin mingguan di panggung terbuka Pasar Seni Ancol, New Friday Jazz Night. Sebelumnya,
2010, kembali ikut bekerjasama dengan almh.Eni Erliani dan tim,
menyelenggarakan musikal kolosal, Diana,
untuk HUT Harian Kompas ke 45.
Sempat menjadi Pemimpin Redaksi di media online, NewsMusik, yang “diterbitkan” kembali. Tapi hanya setahun-an saja,
dan harus berpisah karena sesuatu dan lain hal. Lalu juga memiliki program Kita Banget di stasiun radio, Lite FM 105,8 dari 2010 sampai 2015.
Siaran yang berisi ngobrol-ngobrol santai dengan pelbagai musisi, penyanyi dan
grup band ternama Indonesia.
Sampailah di 2015. Bertemu dengan Irsan Wallad dan Lucy Willar dari iCanStudioLive,
di awal 2015, saat persiapan dan pengerjaan video Indonesia Maharddhika. Serta
Jazz Hijau WALHI. Dan akhirnya jadilah, DIONMOMONGANShow,
yang mulai produksi/syuting di Maret 2015. Mulai ditayangkan di youtube, sejak
awal September 2015.
DMS tersebut, harus berakhir di awal 2016. Lalu
perjalanan berikutnya, akan menuju kemana? Mungkin baiknya disebut, biarkan
angin menggerakkan langkah-langkah kaki ini ke arah yang tepat. Dan biarlah
semesta yang membuka jalan hidup berikutnya.
Tapi yang pasti, memang akan terus berkisar musik.
Di seputaran acara, di sekitar panggung ke panggung. Maupun juga, di areal luar
panggung. Sembari mencoba menuntaskan dan merealisir impian sejak lama, menulis
buku tentang sejarah musik di Indonesia ini, dari apa yang dilihat, dialami dan
dirasakan sendiri secara langsung sejak 1980-an lalu.
No comments:
Post a Comment