Saya
kenal Tohpati itu, kapan ya? Saya ingat, waktu itu Tohpati sedang latihan di
sebuah studio di Pejompongan, Jakarta. Dia bercelana pendek lho, latihan dengan
Splash ya,’tot? Dengan Diddi Agepe, Dian HP, Cendi Luntungan
dan lainnya.
Waktu
itu saya juga akan latihan di situ dengan grup disko, Stars Show Band namanya, wah ga nyambung ya main disko lho. Begitu
ceritanya dari atas panggung. Katanya itu tahun 1986. Dan eh Budj, lho saya kan
juga ada dong di situ?
Jadi,
ok sedikit mengenang masa lalu yang lalu banget. Maksudnya, udah lama
bangetlah. Di masa itu, studio tersebut jadi kayak tempat kostlah. Banyak
musisi pilih tidur di situ, pada ga pulang ke rumah. Ya musisi yang lantas main
bareng di grup seru-seruan itu, Stars Show Band. Grup itu difasilitasi dan
dimotori si pemilik studio.
Berhari-hari
ya pada nongkrong di situ, dan memang pada males pulang ke rumah masing-masing.
Budjana, saat itu sebenarnya kost di daerah Pondok Jaya (iya kan ya, masih di
Pondok Jaya, Budj?). Termasuk saya juga, ya jadi jarang pulang ke rumah saya di
Bintaro.
Tapi
Budj, berarti duluan saya kenal dengan Bontot dong ya? Bontot, panggilan ikribnya Tohpati itu, saya kenal
sebelumnya, tahun 1985an. Waktu latihan di sebuah studio di kawasan Cipete.
Lagi latihan juga dengan Splash Band. Waktu diperkenalkan Diddi Agepe ke
Bontot, dia masih berseragam sekolah putih-abu abu.
Ok
sedikit intermezzo. Lalu begitulah. Dan yang mempertemukan mereka, memberi ide
kenapa mereka gamain bareng berdua, adalah almarhum Ireng Maulana. Budjana
bercerita, itu seikitar 1990-anlah. Kita coba eh enak, eh keterusan deh. Dan
format itu tetap mereka coba pertahankan maksimal.
Dipertahankan
rada “susah payah”, mengingat jadwal sibuk masing-masing dengan proyek
musiknya. Budjana dengan GIGI, tentunya. Selain proyek solo, baik rekaman
maupun manggung.
Tohpati,
demikian juga. Jadwal manggung dan rekaman, lumayan padat. Belum lagi, ia juga
menjadi produser rekaman banyak album penyanyi-penyanyi. Selain menjadi music director untuk banyak pementasan
konser musik, terutama solo artis. Dimana Tohpati biasanya bersama orkestra,
yang juga dipimpinnya langsung.
Yang
pasti, keduanya dipesandingkan oleh gitar, so pasti itu mah! Dan keduanya, bisa
disebut dua musisi yang paling aktif menghasilkan album rekaman. Hanya ada satu
nama, yang bisa “sejajar” mereka berdua, soal produktifitas rekaman solo, yaitu
Bintang Indrianto. Notabene juga sahabat
mereka berdua juga....
I Dewa Gede Budjana
dan Tohpati Ario Hutomo, lantas
menjadi JANAPATI. Mereka
dipersatukan oleh seorang bernama Dhani
Pette. Ini juga sahabat mereka, sebut aja “orang ring satu” mereka berdua
deh.
Pette,
nama aslinya sih Dhani Widjonarko, adalah mantan menejer GIGI sekian belas
tahun lamanya. Pette kemudian juga menangani menejemennya Tohpati, untuk solo
karirnya. Dia memakai bendera Pos
Entertainment. Dan karena Pette lah, akhirnya mereka berdua bisa rekaman
serius dan, ini yang terpenting, konser tunggal!
Eh
bayangin, hari gini cuy, pastinya ga
akan banyak orang yang mau nekad, berani matilah, menggelar tontonan konser dua
gitaris. Mana lagi tanpa penyanyi! Ga ada bintang tamu. Ya duo gitar, lagu-lagu
instrumental! Kekurangan penyanyi, apa?
Ya
ga gitu juga. Padahal, mungkin banyak juga yang mengira, kurang ngetop apa sih,
Dewa Budjana sama Tohpati gito lhooow!
Ya ga otomatis sih, bahwa lantas banyak yang kayak berebut mau manggungin mereka.
Konser
tunggal jazz gitar? Pasti akan banyak promotor, harus berpikir berkali-kali
dulu. Yang nonton siapa? Dan berapa banyak? Emang ada yang nonton gitu? Kalau
hanya mendengarkan rekaman mungkin, ini mungkin ya, bisa banyak kali. Tapi
nonton hanya dua gitaris main musik, sehebat apapun permainan mereka? Ah.
Kasusnya
kan, emang beda, antara yang berani bikin konser sama yang kira-kira mau
nonton. Yang sering terjadi, keraguan bisa”menggoyahkan iman” promotor. Misal,
kok sampai sejauh ini kayaknya tiket masih banyak? Padahal bisa saja, banyak
yang mau sih menonton tapi ga sempat beli duluan, via online misalnya. Ya go show saja, mudah-mudahan masih dapat
tiket.
Pada
kenyataannya, JANAPATI kemarin, yang mengambil di Teater Jakarta nan megah, di
Taman Ismail Marzuki. Jumlah kursi terisi sekitar lebih dari 80-an persen.
Mendekati 90%? Tidak sold-out memang.
Tapi peraihan jumlah segitu, lumayan mengejutkan! Ya balik lagi, pasti ada
keragu-raguan. Ga banyak orang yang berani gambling,
di dunia showbiz sih.
Bukan
begitu, Pette? Dasarnya Pette ya....orang gila lah! Hehehe, maaf, ‘te. Dua hari
sebelum konser, saat jumpa pers, ia masih mengatakan yakin. Ada dukungan
sponsor sih, walau kabarnya ga besar. Yakin bahwa banyak yang akan menonton.
Bahwa masih banyak lagi yang kayaknya baru belakangan nanti, di Hari-H akan
membeli tiket.
Saat
hari konser, di sore hari, saya tanya lagi. Gimana tiket bro, penyebarannya
gimana? Nyebar gimana, bagi-bagi ke orang, Pette tertawa. Ya jalan aja, udah
siap semuanya kan, Dion. Tinggal jreng
aja tu Budjana sama Bontot. Tapi sejauh ini sih, ya relatif bagus penjualannya
kok.
Pette
nyantai-nyantai aja, walau masih batuk-batuk sepulangnya dari naik haji,
beberapa waktu sebelumnya. Ia kembali menyantap makan siangnya. Dibikin santai
saja atau gimana? Ah, Pette bukanlah orang baru di dunia showbiz.
Pada
konsernya sendiri, JANAPATI didukung “band” yang terdiri dari Marthin Siahaan (kibor), Fajar Adi Nugroho (bass), Demas Narawangsa (drums), Iwan Wirad (perkusi). Dan dengan
orkestrasi yang dikomandoi oleh RM.
Tjondro.
Repertoar
yang merekamainkan, sebagian besar diambil dari rekaman album mereka, Janapati
bersama orkestra, yang direkam di Praha. Kebetulan waktu itu Tohpati ada
kesempatan rekaman sama orkestra di Praha sana, ya bisa numpang ga, maksudnya
terusin aja sekalian Janapati. Ternyata bisa, makanya kita rekaman deh.
Album
perdana mereka dirilis resmi pada hari konser kemarin, dalam format CD dan Vinyl. Lumayan juga yang beli, terutama CD nya. Kan untuk vinyl
itu, rada segmentedlah. Lebih tepatnya, lebih segmented lagi kali ya?
Konser
yang mengalir lancar. Menyenangkan dan menyamankan, sajian repertoar mereka,
dengan bungkus musik orkestranya. Saya melihat, band yang menjadi dasarnya,
berasa pas dan lumayan solid. Amanlah.
Hebat
euy Tohpati ini. Seminggu sebelumnya, eh tepat seminggu lho, kan dia baru
menyelesaikan konser dengan mengiringi Nicky Astria. Itu juga hasil akhir
musiknya, juga dengan orkestrasi, terbilang “baik dan benar”.
Tohpati
sukses membesut musik untuk Nicky Astria, dengan memberi porsi lapang untuk
Nicky mengeluarkan segenap kemampuan vokalnya. Dengan musik yang tepat dan pas,
untuk vokal khas Nicky. Makanya, hasil akhirnya sih nyaris sempurna. Ya, karena
sempurna itu hanya milikNYA.....
Dengan
Janapati, terasa tangan dingin Tohpati juga dalam mengemas musiknya.
Macam-macam musik. Sampai mencuri perhatian dengan menggelitik kuping lewat
memainkan Cicak Cicak di Dinding’ misalnya, dengan riang dan jenaka.
Saya
sempat menantikan adanya sesi khusus, mereka hanya bermain berduaan saja. Jadi,
balik ke konsep awal. Orkestra dan band, rehatlah sejenak. Eh ga ada. Tapi ah,
ga krusial amat sih. Cuma mungkin, kalau ada kesempatan konser lagi, hal itu
bolehlah dipertimbangkan.
Mereka
tepat, memilih lagu ‘Rahadi’ menjadi pembuka. Terdengar sekilas, ringan,
renyah, empuk, gurih. Membelai kuping, bisa bikin paling ga jari tangan dan
kaki goyang-goyang dikitlah.Lagu itu katanya, khusus ditulis mereka berdua
untuk mengenang sahabat baik mereka,penyanyi legendaris yang telah berpulang,
Chrisye.
Seperti
salam pembuka yang relatif manis, dan memperkenalkan sajian musik mereka
berikutnya di malam itu. Lagu-lagu lain, mengalir lancar. Seperti lagu ‘Janapati’,
yang kental aroma fusion 80-annya. Ini salah satu lagu favorit saya nih.
Mereka
juga menyelipkan temamusik keroncong, dimana secara khusus maju ke depan,
format lebih simple. Ricad Hutapea dengan flue, RM. Tjondro dengan biola, lalu
tiga tiup. Plus Iwan Wiradz dengan kendang dan Demas dengan tambourine.Ini juga
“selingan” yang segar.
Dan
alhasil, secara keseluruhan menjadi konser yang menyenangkan sih. Lumayan
sukseslah untuk memaku orang, terus mengikuti konser yang memainkan 14 lagu
itu. Walau bisa jadi, terselip penonton yang mungkin tidaklah “doyan-doyan amat”
dengan lagu-lagu tanpa syair begitu, “jazz-jazzan”. Toh ya ga pulang duluan
juga kan?
Kedua
gitaris bermain lebih santai tetapi yakin. Ya gitu sih kesan saya. Santai,
sehingga candaan bisa keluar juga, membuat orang tersenyum. Sehingga kan,
kesannya ga lah menjadikonser yang kaku-kaku amatlah. Ngepop, mungkin tepat ya
istilah itu?
Direncanakan,
Janapati berniat untuk merancang tur kecil. Mungkin menyasar pada kampus ke
kampus. Formatnya minimalis, yaitu kembali hanya berduaan saja. Sudah ada dalam
perencanaan. BaikPette maupun Tohpati dan Budjana berharap, mereka mendapat
kesempatan untuk merealisasikan rencanaitu.
Konser
Janapati adalah sebuah oase, dari hiruk pikuk dunia musik Indonesia kita.
Berbeda, tapi kan terbukti bahwa bukan berarti ga akan ada yang mau nonton toh?
Apalagi konser terasa dipersiapkan matang, lumayan detil.
Sound
nyaman, relatif amanlah. Enak didengarkan. Lighting
juga optimal, sedap gitu untuk disantap oleh mata penonton. Bahkan juga
friendly gitu deh, untuk lensa kamera. Ada multi media dengan giant screen, yang “tidak neko-neko”
tetapi cukup untuk menjadi penyegar mata.
Terima
kasih ya sudah menghibur, Budjana, Tohpati dan semua musisi yang ada. Tak lupa,
oh ya haruslah juga berterima kasih pada Dhani Pette. Kapan bisa main di acara
saya.....?/*
No comments:
Post a Comment