Adalah memotret yang menyenangkan jiwa dan pikiran saya. Ga jelas juga, kenapa lantas saya doyan betul memotret. Apa karena ayahku dulu, senang memotret? Iya, buktinya, saya tuh punya foto-foto lumayan lengkap tahun ke tahun, bahkan bulan ke bulan, saat masa...balita!
Yoih,
lagi lutu-lutuna tuh. Ayah senang betul memotret saya kayaknya. Mungkin saking
lucunya ya... Hihihi. Tetapi itulah memang sejarahnya. Maka dari itu, kalau
saya lantas senang memotret sejak dulu, itulah namanya ya, buah kagak bakalan jatuh jauh-jauh dari pu’unnye.
Ayah
saya tentunya tak kenal Krakatau
lah. Anaknya yang kenal dan akrab dengan Krakatau. Eh maksudnya grup band ya.
Bukan gunung lho. Kalau gunung, ayah saya pasti tahu banget, soalnya ayah
kerapkali mengajak ibu dan anak-anaknya plesiran ke kawasan wisata dekat gunung
Krakatau, dulu ya masa kecil saya dulu.
Kemudian
menyoal pada Krakatau sebagai grup band. Mereka muncul di 1985, pada ajang
kompetisi band sangat bergengsi, di waktu itu, Light Music Contest. Saya nonton
dan saya memotretnya. Waktu itu, saya barulah setahunan gitu menjadi jurnalis.
Jurnalis
yang “mendadak jurnalis”. Ga tahu deh, ini juga gegara ayah juga. Bakatnya
titisan bokap juga. Karena ayah
senang memotret, juga senang menulis. Beliau pernah menjadi pemimpin redaksi “abadi”
buletin kantornya dulu, salah satu job tambahan buatnya, di salah satu bank pelat merah Indonesia.
Ya
pokoknya gitu deh. Saya bisa jadi wartawan, menulisnya khusus musik. Eh mana
lagi jazz! Bisa karena biasa kali. Senang mengarang ya? Waktu sekolah dulu? Oh
biasa saja, nilai terbaik mengarang saya, palingan hanya 80 (8). Ga
istimewalah.
Tetapi
akhirnya memang saya memotret Krakatau, di masa-masa awal karir jurnalistik
saya. Waktu itu saya terkagum-kagum, itu kontan! Lha saya sebelumnya sudah suka
Uzeb, suka Gino Vanelli, siapa lagi ya, Casiopea juga sering dengerin. Lha
Krakatau, kwartet itu, asal Bandung, mainin ‘Pork Chop’nya Uzeb dengan ....
Masya Allah, kerennya!
Pertama
lihat, langsung suka! Edunlah. Mereka jadi juara, lalu menyabut gelar terbaik
atau best instrumentalist untuk guitarist, bassist and drummer! Ini grup gokil
pisan euy.! Siapa sih mereka?
Saya
lantas berkenalanlah dengan mereka. Saya ingat, sekitar 2 bulan setelah mereka
menjadi juara LMC itu, jadi final LMC nasionalnya di bulan gustus 1985. Saya
bertemulah mereka, untuk wawancara di sekitar akhir Oktober tahun sama. Saya
diundang datang ke Hotel Marcopolo di kawasan Cikini Raya, oleh Nunus Oetomo. Nunus dulu itu kayak
project officer LMC.
Nunus
memang bekerja di perusahaan Yamaha Music, yang menjadi penyelenggara event
kompetisi setahun sekali, LMC itu. Pede
aja cuy, kontak Nunus minta untuk bisa ketemu dan wawancara Krakatau. Eh
bisa ketemu deh.
Waktu
itu saya hanya bertemu Donny Suhendra,
Pra Budidharma dan Dwiki Dharmawan. Eh lalu datang, Ruth Sahanaya. Ruth, dengan nama
panggilan Uthe, datang belakangan. Diperkenalkan sebagai additional vocalistnya
Krakatau. Saya ya ingat Uthe, karena sempat bertegur sapa waktu final LMC 1985
itu juga.
Ruth
Sahaya alias Uthe kan, vokalis terbaik di LMC 1985 itu. Ia tampil dengan Coop’s
Rhythm Section, grup yang dibimbing oleh Elfa Secioria. Uthe memang keren
banget waktu itu. Saya ya terpesona juga, sama deh takjubnya waktu lihat
penampilan apiknya Krakatau saat itu!
Itulah
pertemuan perdana saya, untuk ngobrol-ngobrol secara dekat ya. Eh iya, saya
sebenarnya sempat mengenal Donny di acara Jazz
Break di Bumi Sangkuriang, pada beberapa bulan sebelum final LMC 1985.
Sempat berkenalan waktu itu. Juga di Jazz Break itu, sempat lihat Dwiki
Dharmawan, tapi belum berkenalan.
Jadi,
waktu di Jazz Break kan sudah terkaget-kaget lihat Donny Suhendra dan juga
memperhatikan Dwiki. Tetapi waktu mereka lantas bersatu dalam Krakatau, ya
tetap kaget. Anyiiiing, ini band haceup betul!!
Sudah
berkenalan, lalu sering bertemu. Saya lantas kerapkali datang ke Bandung,
nonton Jazz Break deh. Apalagi kalau mereka main, walau bukan dengan Krakatau. Atau
juga datang waktu Uthe menyanyi, dengan beberapa grup di Bandung. Saya ingat,
pernah nonton Uthe menyanyi 2-3 lagu dengan Wachdach.
Ok
lalu waktu berjalanlah. Saya makin dekat dengan Krakatau. Seringali diajak kongkow-kongkow dengan mereka di markas
mereka, sekaligus kediaman salah satu menejer mereka, Iwan Pratiwi Setyawan.
Tempatnya di Jalan Raya, daerah Mayestik. Saya malah lantas jadi dekat dengan
dua menejer mereka itu, Iwan Pratiwi dan Nunus Oetomo.
Oh
iya, Nunus lantas menjadi menejer mereka, Nunus juga kemudian memiliki usaha
sendiri, entertainment juga, berkantor di kawasan Blok M. Saya juga banyak
mampir dan ngobrol-ngobrol di kantornya Nunus itu.
Saya
tentu saja menonton, memotret juga menulis merekalah. Saya juga tahu jadinya,
waktu Gilang Ramadhan lantas masuk menggantikan Budhy Haryono. Nunus sebelumnya
pernah memberi info, kayaknya drummer ganti nih, Budhy mau mundur. Ea ternyata
Gilang yang masuk. Waktu Gilang masuk, Nunus bertanya ke saya, gimana
menurutmu, cocok ga dengan Gilang?
Setelah
Gilang masuk, mereka konser di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki,
sambung beberapa minggu kemudian tampil di Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta. Itu
ada acara kayak Meet n Greet yang diadakan oleh majalah Gadis. Di konser maupun
di acara Gadis itu, Donny, Dwiki, Pra dan Gilang didukung vokalis Uthe.
Abis
itu, Nunus dan Iwan kasih info sambil senyum-senyum, gimana menurutmu kalau
Indra Lesmana gabung ke Krakatau? Saya kaget bener! Indra Lesmana? Yang bener?
Serius dia mau, kan dia banyak bikin band. Indra bikin band kayak Exit
sebelumnya ada Nebula kan. Juga GIF dengan Gilang dan Fariz. Indra yang bikin
lho, jadi bener dia mau masuk Krakatau?
Eh
ternyata beneran. Waduh! Dan memang suasana musik lantas sedikit banyaknya
berubahlah. Ide-ide Indra bertemu dengan ideny Krakatau. Krakatau dengan dua
keyboardist, ini mah pasti lebih rame lagi! Bahaya niiiih....
Ya
akhirnya mereka rekaman kan? Satu album, dua album eh semua sukses. Sering main
dimana-mana jadinya. Ditanggap main di berbagai kota di Jawa. Sampai ada tur
segala, dengan Sheila Madjid. Ingat-inget, Krakatau pernah bersatu panggung
dulu di Balai Sidang Senayan, di acara Final Gadis Sunsilk.
Tahun
berapa tuh ya, tahun 1988 mungkin.Saat itu Krakatau menampilkan juga vokalis
tamu lain, Emil S. Praja. Jadi duet
gitu, Emil dan Trie “Iie” Utami. Sementara Sheila Madjid tampil dengan bandnya
sendiri.
Dari
situ, mereka juga lantas cukup rutin tampil berkonser di Graha Bhakti Budaya.
Ada 3 kali mereka konser, salah satunya, yang terakhir di 1989, Krakatau
didukung barisan tiup, horn-section!
Di
1988 juga ya, Krakatau setelah berkonser di TIM itu, 2 minggu kemudian tampil
di Pasar Seni Ancol, di acara Friday
Jazz Night. Gokil, itu Pasar Seni padat banget, sampai susah untuk bergerak
kemana-mana. Hampir 20.000an penonton lho!
Saking
begitu penuh dan padatnya penonton, sampai saya terpaksa memotret hanya bisa di
sisi kiri atau kanan, di atas panggung! Ga bakalan bisa dapat angle yang ok deh
kalau dari depan panggung mah.
Penonton terlalu berjubelan.
Pada
akhirnya memang, saya selalu memotret mereka. Setiap mereka manggung, dan
tentunya saat saya memang menontonnya. Biasanya sih menonton karena diajak mas
Nunus dan mas Iwan tuh. Dimana-mana, ya TIM, Ancol, Trisakti, UI Salemba, Balai
Sidang Senayan, Istora Senayan, Bandung, Yogya juga. Malah pernah di Bintaro
lho!
Yang
di Bintaro itu, tahun 1986, kebetulan saya menjadi salah satu koordinator
panitya pelaksananya. Acara HUT 2 Tahun Pembangunan Jaya. Dimana secara “usil”nya,
manggungin Krakatau dan Emerald (baru Emerald aja, belum pake “BEX” waktu itu)
di perumahan! Ada Canizzaro juga dan band cewek Tiqazza.
Motretin
mereka, eh iya saya pakai kamera sangat standard.
Juga lensanya. Dulu saya pakai Ricoh lho, lalu punya Yashica. Bukan kamera dan
lensa yang premiumlah. Tapi saya sikat bleh.
Hajar aja. Ga peduli merk kamera dan lensanya gimana ya.
So,
awal-awal, artinya tahun 1985-1989 lah gitu, saya meotret dengan dua kamera
sangat biasa saja itu. Dengan tenang memotret, kalau perlu bismillah saja dulu, insya
Allah sih jadi aja. Hihihihi.
Sayangnya
ya, ketika saya lantas menggunkan kamera “lebih serius” macam F 3 T ataupun FM2 nya Nikon dengan lensa-lensa
“lebih profesional”, di awal 1990an tuh, eh malah Krakatau berhenti beredar.
Padahal “peralatan tempur” lebih komplit, lengkap dengan pilihan lensa
berdiafragma lebar yang pas banget untuk stage
photography.
Dan
di awal 1990an itu jugalah, saya mulai lebih serius menjadi photographer. Mengawali dengan studio-project, kamera medium format profesional dengan
berbagai lighting dan asesoris
lampunya. Bukan hanya sebagai fotografer lapangan.
Selepas
saya bekerja sebagai photographer di majalah wanita Pertiwi, yang sebagian
besar aktifitas foto memakai kamera
medium format Hasselblad dan Mamiya itu, beberapa tahun kemudian saya malah
lebih serius di stage photography.
Saya
ingat dulu itu ya, lighting panggung baru pake lampu biasa seperti Par-64 yang harus pakai gel (palstik
berwarna itu) untuk menimbulkan efek warnanya. Juga lampu sorot yang high contrast, Par-HCL Pake strobo ya,
itu yang statis. Ya belum ada moving
light. Semuanya manuallah, analog.
Nah
jadi untung-untungan juga kalau bisa pas dapat sorot lampu yang bagus, yang
akan bikin keren foto kita kan? Harus sabar dan cermat aja, walau sekali lagi
unsur luck juga punya peran.
Zaman
itu, sound juga analog kan? Saat 1985an sampai sekitar 1990-anlah, yang dikenal
itu sound system dengan perangkat PA Turbosound, dengan kabinet speakernya
berwarna biru. Show-show besar biasa menyewa turbosound, dari persewaan RAM (Rama Agung Musik).
Nah
di dalam RAM Audio itulah, ada nama Donny Hardono. Sudah dari dulu itu, di
1980-an, nama Donny Hardono moncer sebagai salah satu sound engineer terbaik. Karena Krakatau
seringkali memakai turbosound nya RAM, maka yang menggawangi sound biasanya
Donny Hardono.
Karena
itulah, Donny Hardono memang sudah dekat, sudah jalan bareng dengan Krakatau.
Maka kalau kemudian Krakatau reuni, dan akhirnya memang bisa bersama lagi,
didampingi juga oleh Donny Hardono, tentu klop kan?
Apalagi
Donny Hardono lah yang sekarang menangani juga menejemen Krakatau. Lewat
diversifikasi usaha vendor sound
system miliknya sendiri, DSS. Dimana
DSS kemudian membentuk DSS Music, DSS Concert, DSS Production yang salah
satunya menangani menejemen grup band.
Konser
Krakatau bertajuk Prthvi Mata pada ujung April silam di Ciputra Artpreneur,
adalah gagasan dan kemudian juga diselenggarakan oleh DSS. Peralatan tata suara
selengkapnya disupport DSS juga, dan tentu saja Donny Hardono langsung sebagai
penata suaranya.
Konser
tersebut saya menyebutnya menyamankan telinga dan juga menyenangkan mata. Sound
apik. Juga lighting yang terbilang bagus, mendekati ideal. Apalagi ada
pemandangan lain, yang memperindah panggung, yaitu multi media. Multi media
dengan berbagai images yang konsepvisualnya disesuaikan dengan tema lagu.
Krakatau
menyuguhkan tak kurang dari 23 lagu kemarin itu. Diambil dari seluruh album
mereka yang dirilis 1987-1990. Dan juga dari dua album Krakatau (Reunion), Chapter One yang dirilis 201 serta Chapter Two, dirilis tahun silam.
Nama
konser, Prthvi Mata (artinya Ibu Pertiwi atau Mother Earth), diambil dari lagu instrumental satu-satunya yang
mereka selipkan pada album Chapter Two. Lagu yang ngebeat, terasa betul
fusion-nya. Mengingatkan akan lagu mereka, yang juga instrumental, ‘Passport’ di
tahun 1987.
Saya
suka lagu Passport’, selain tentunya ‘Haiti’ ya. Nah sekarang, jadi punya lagu
favorit baru, ya lagu Prthvi Mata itu. Fusion dengan kali ini ada sentuhan
sound tradisinya.
Untuk
saya, memang menjadi menyenangkan dan bikin nyaman hati ini. Untuk menonton dan
menikmati hidangan musik, lagu perlagu Krakatau itu jadi asyik. Kalau
memotretnya juga enak.
Krakatau
tampil lengkap, yaeyalaaaaah. So pasti
dong! Donny Suhendra, Dwiki Dharmawan, Gilang Ramadhan, Indra Lesmana, Pra
Budidharma dan Trie Utami. Dan didukung, pada satu segmen, oleh orkestrasi 21 pieces yang dipimpin oleh musisi
muda, Alvin Witarsa.
Belum
lagi, ada penampilan para penari Kinarya
GSP sebagai pembuka konser. Kemudian “meramaikan” lagu ‘Prthvi Mata yang
instrumental itu. Serta kemudian juga untuk salah satu hits terpopuler
Krakatau, ‘La Samba Primadona’.
Hal
paling unik dari konser Krakatau kemarin adalah penampilan Redhy Mahendra, Mieke Namira,
Nayra Dharma, Fernanda Dharmawan dan Eva
Celia. Mereka berlima ada asli para “junior” Krakatau. Mereka adalah putra
dan putri dari members Krakatau.
Redhy
bermain gitar, putra Donny Suhendra. Mieke Namira, drummer putrinya Gilang
Ramadhan. Nayra Dharma, gitaris juga menyanyi yang adalah putri Pra Budidharma.
Lalu Fernanda Dharmawan, pemain bass yang putra Dwiki Dharmawan. Kalau Eva
Celia, sudah tentu tahu kan ya, penyanyi cantik putri dari Indra Lesmana.
Anak-Anak
Krakatau itu tampil dengan tetap didukung Dwiki Dharmawan dan Indra Lesmana,
pada lagu ‘Aku, Kamu, Kita’. Diawali sebelumnya dengan lagu ‘Dirimu Kasih’,
yang hanya menampilkan duo, Nayra Dharma gitar dan Eva Celia menyanyi.
Segmen
Anak Anak Krakatau berlanjut dengan Trie Utami ikut naik ke panggung lagi,
bersama-sama membawakn lagu, Family
Kedua lagu itu, diambil dari album Chapter One. Oh ya, Gilang Ramadhan
juga naik ke atas panggung lagi sebagai drummer, sementara Mieke sang putri,
memainkan tambourine.
Segmen
spesial itu, ditutup penampilan battle, Donny Suhendra dan Redhy Mahendra, yang
menyelip di lagu, Ironis’. Pada lagu itu, Krakatau memang featuring Redhy. Dan Redhy mengingatkan kita akan seorang Donny
Suhendra di 1980-an banget!
Sebagai
penutup konser, keenam Krakatau memanggil naik ke atas pentas para keluarga
mereka yang lain, para istri, suami dan anak-anak. Mereka membawakan lagu, ‘Sekitar
Kita’ dengan Anak Anak Krakatau kembali juga ikut bermain. Dan juga mereka
kemudian mengajak naik para tamu-tamu yang adalah para sahabat baik musisi dan
penyanyi, yang datang menonton.
Menonton
enak, motretin juga sama enaknya. Boleh juga sambil ikutan menyanyi, karena
tahu dan hafal betul lagu-lagu hits mereka, terutama yang era 1980-an. Jadinya
kan, sembari bernostalgia jugalah, mengenang masa-masa muda 35-an tahun silam.
Kalau
sudah begitu kan, selepas konser. Pulang ke rumah, akhirnya bisa tertidur pulas
dan mimpi indah deh. Mimpi wakuncar di
taon 80-an, dengan pacar yang dahulu?
Hush! Ya ga gitu juga keleus....
Semoga
Krakatau tetap terus dan terus berkarya, ikut secara aktif menggairahkan musik
Indonesia. Tetap sehat walafiat, produktif dan semakin solid! Setuju dengan
ucapan Donny Hardono satu ketika kemarin itu, rasanya kan ga ada lagi grup
1980-an yang tetap lengkap personilnya, masih eksis bermusik semua dan tetap
produktif sampai hari ini, selain Krakatau.... /*
2 comments:
Las Vegas, NV (MapYRO) Casino Directory
Las Vegas Casino Directory, 경주 출장안마 Las 의왕 출장마사지 Vegas, NV. MapYRO is a directory of casinos in Las Vegas, Nevada. Use the 충청북도 출장마사지 complete Las Vegas, 광양 출장안마 NV directory to 하남 출장마사지
Although India became a producing hub for automakers worldwide, it was one of many industries that adopted 3D printing in India. Presently, Indian automakers use 3D printing for quick in-house spare - elements design high precision machining and improvement, as well as|in addition to} the adoption of revolutionary constituents. 3D printing is a complementary expertise to emerging manufacturing applied sciences that is rapidly increasing its presence in a wide range|a variety} of applications worldwide. 3d printing allows for the creation of easy and sophisticated things in varied sizes starting from small to giant.
Post a Comment